Selamat membaca !

"Semoga bermanfaat, anda boleh mengutip sebagian artikel di blog ini, dengan syarat wajib mencantumkan akun ini dan penulisnya sebagai sumber rujukan, terima kasih.."

Senin, 05 September 2011

Resensi : Ingat "Mukaddimah" ?


Mukaddimah
Bahwa sesungguhnya hasil kemerdekaan itu ialah hak segelintir orang dan oleh sebab itu, maka penindasan dan ke-sewenang-wenangan layak terjadi, karena sesuai dengan kediktatoran dan militerisme.  
Dan perjuangan sementara penguasa dan isterinya telah sampai kepada saat yang berbahagia sebab mumpung hidup dapat mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya.
Atas berkat rakhmat setan dan dengan didorongkan oleh keinginan untuk dipatuhi, maka penguasa rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kekuasaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu penguasa yang kuat, yang memerintah segenap bangsa Indonesia dan seluruh kekayaan Indonesia, dan untuk menegakkan gengsi-gengsi pribadi, ikut memelaratkan bangsa, maka disusunlah ketetapan Indonesia mini yang terbentuk dalam sebuah yayasan “Harapan Kita”.
Sekian.

 Mukaddimah, adalah sebuah tulisan tajuk rencana dari Koran mingguan Sendi pada edisi Minggu ke I-Januari, 1972, hal.2. Mukaddimah sendiri merupakan bentuk kritik tajam oleh redaksi Sendi terhadap berbagai regulasi dan kesewenangan yang kian tak terkendali yang dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru Soeharto, terutama memuncak saat pembangunan TMII (Taman Mini Indonesia Indah) atas prakarsa Ibu Tien Soeharto yang menghabiskan anggaran hingga 20 M pada saat itu. Dalam tajuk rencana Mukaddimah yang bergaya humour-ironi ini, Sendi menirukan konsep Pembukaan UUD 1945 dengan Ejaan yang disesuaikan dengan ejaan yang telah disempurnakan (EYD).

Tampil berbeda dengan gerakan mahasiswa lainnya saat itu, seperti yang digerakkan oleh Arif Budiman,dkk di Jakarta yang tampak hati-hati mengambil posisi oposisi penuh kepada Pemerintah Soeharto, Sendi yang dibentuk oleh kelompok mahasiswa Universitas Gajah Mada dengan dampingan seorang dosen publistiknya, justru tampil sangat frontal sebagai media massa alternative yang menunjukkan spiritnya sebagai gerakan moral mahasiswa yang juga memiliki daya tekan politik yang kuat di tingkatan masyarakat

Dalam enam edisi awalnya, koran tersebut menulis tajuk rencana yang sangat keras tentang (a) lemahnya riset kritis dan serius di Universitas-universitas, (b) dagelan Pemilihan Umum 1971; (c) pemerintah mengabaikan pembiayaan pendidikan; (d) pembangunan hanyalah slogan kosong yang digunakan pemerintah; (e) keringkihan warga sipil terhadap kesewenang-wenangan penahanan dan perlakuan tak benar lainnya oleh kekuasaan tanpa kemungkinan diberikan keadilan. Pada bulan Januari, 1972, Sendi telah memapankan kemampuannya sebagai jurnal kritis—mengritik kemapanan mahasiswa dan kekuasaan.

Atas ketegasan dan keberanian bersikapnya itu, Sendi cukup berhasil memantik kegerahan sosial masyarakat, terutama kelompok mahasiswa yang kala itu mulai merasakan keganjilan Orde Baru. Tindakan serupa perlahan mulai di ikuti kelompok mahasiswa di daerah lain, dan ”politik mobilisasi” yang sebelumnya di tabukan oleh Rezim otoriter ini mulai kembali di gencarkan meski dengan tuntutan atau issue yang bersifat ekonomis.

Gelombang ”protes moral” dalam konsep yang sama yang kian beriak ini ternyata cukup mengusik Soeharto dan kroninya. Januari 1972, Arif Budiman dan puluhan tokoh aktivis mahasiswa lainnya di tangkap dan Sendi pun tak luput dari upaya ”pembungkaman”. Pada akhir januari, surat izin terbit  Sendi dicabut dan Ashadi Siregar selaku editor kepala ditahan dan dikenakan tuduhan menghina kepala negara (dalam Mukaddimah). Ia mendekam hampir setahun di penjara.

Peristiwa ini menjadi point penting berakhirnya kisah persekongkolan gerakan mahasiswa dengan rezim Orde Baru yang sebelumnya menjadi ”kawan baik” dalam proses de legitimasi Soekarno dan gerakan progresif kerakyatan. Setelah ini, Rezim Orba Soeharto mulai menampakkan wujud totalitarianisme sejatinya yang ditopengi sipil-sipil oportunis. Maka Gerakan ”massa mengambang” nya Ali Moertopo kini mulai di berlakukan terhadap mahasiswa melalui kebijakan NKK/BKK di akhir periode 70an yang mutlak melarang aktivitas politik dan berdemokrasi dalam bentuk apapun oleh mahasiswa.   
 
Di kutip dan di publikasikan ulang oleh : Saddam Cahyo*
_____________
Kotak Labirin, November 2010
* Mahasiswa Sosiologi FISIP Unila


Tidak ada komentar:

Posting Komentar