Selamat membaca !

"Semoga bermanfaat, anda boleh mengutip sebagian artikel di blog ini, dengan syarat wajib mencantumkan akun ini dan penulisnya sebagai sumber rujukan, terima kasih.."

Senin, 05 September 2011

Teosos : Mari Fahami Teori Sosiologi Modern


Oleh : Saddam Cahyo*

Tulisan kali ini berusaha mengajak kita mulai memahami teori sosiologi modern yang sebenarnya sangat fundamental untuk kita fahami sebagai mahasiswa jurusan sosiologi.  Jika pada tulisan sebelumnya saya sedikit mengupas pemahaman akan teori klasik, kini coba dijelaskan perbedaan mendasarnya dengan teori modern yang akan kita bahas lebih lanjut.

Berbeda dengan teori-teori klasik sosiologi yang identik dengan pemikiran-pemikiran perorangan para pakar, teori sosiologi modern memiliki corak yang berlainan, yakni memusatkan analisanya pada aliran-aliran pemikiran sosial. Hal ini bermakna bahwa teori sosiologi pun mengalami perubahan dari fase awal perkembangannya mengikuti dinamika perubahan sosial masyarakatnya karena setiap ilmu pengetahuan merupakan hasil konstruksi zamannya.

Sedangkan yang melatar belakangi berkembangnya teori-teori sosial modern adalah dinamika yang muncul dari banyak pakar sosiologi terutama di Amerika awal abad ke-20 yang ditandai dengan munculnya bebrapa mazhab teori sosial seperti Universitas Chicago sebagai poros dengan aliran teori interaksionisme simboliknya. Kemudian Universitas Harvard di Inggris menggeser dominasi Chicago dengan aliran teori fungsionalisme strukturalnya dan beriringan dengan itu berkembang pula teori-teori kritis di Universitas Frankfurt.

Selain beberapa mazhab yang disebut di atas, kita akan mengulas teori-teori yang pokok dalam sosiologi modern, yakni teori konflik, teori pertukaran, teori dramaturgi, dan teori-teori kritis. Dan penjelasannya masing masing, sebagai berikut ;

Teori Fungsionalisme Struktural
Beberapa tokohnya adalah Talcott Parsons, Robert K Merton, dan Kingsley Davis. Asumsi dasar teori ini memandang masyarakat sebagai suatu system yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan secara alamiah dan masing-masing elemen harus berfungsi normal untuk menjamin keberlangsungannya. Pandangannya terhadap fenomena stratifikasi sosial adalah pembedaan peran, posisi dan perlakuan yang muncul dalam kehidupan masyarakat adalah suatu kewajaran dan keharusan sebagai kenyataan universal yang bersifat fungsional untuk mempertahankan eksistensi masyarakat itu sendiri. Teori ini tak luput dari beragam kritik karena dianggap sangat linier positifistik dan melanggengkan perlakuan dan posisi khusus bagi segelintir orang dalam masyarakat.

Teori Interaksionisme Simbolik
Beberapa tokohnya adalah Robert Park, CH. Cooley, Herbert Mead, A. Strauss, H Blumer, dan Thomas Kuhn. Teori ini menganalisa hubungan proses-proses interaksi sosial dan dampaknya bagi individu maupun masyarakat. Dengan memegang prinsip bahwa fenomena sosial selalu dipengaruhi oleh kemampuan berfikir, berinteraksi dan memaknai simbol-simbol dalam interaksi sosial.

Teori Konflik
Beberapa tokohnya adalah Ralf Dahrendorf, Jonathan Turner dan Randall Collins. Berangkat sebagai reaksi alternatif atas teori fungsionalisme struktural yang mengesampingkan fenomena konflik dalam masyarakat, teori ini memandang masyarakat sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari berbagai bagian yang memiliki kepentingan berbeda dan saling berusaha mendominasi. Teori yang berakar dari pemikiran klasik Karl Marx ini memandang hakekat kenyataan sosial adalah konflik, dimana konflik sosial adalah konsekuensi logis dari perbedaan kepentingan yang tegas dari dua kelas social yang akan menimbulkan beberapa dampak, yakni keterasingan, kesadaran palsu, konsensus dan hingga pada pandangan akan manfaat konflik sebagai pendorong terjadinya perubahan sosial secara kualitatif dengan jalan keluar yang revolusioner.  

Teori Pertukaran
Beberapa tokohnya George Homans, Peter Blau dan Richard Emerson. Teori ini menyimpulkan bahwa tingkah laku manusia selalu dilandasi oleh pertimbangan untung-rugi, dimana motivasi yang mendorong setiap orang untuk berinteraksi dengan orang lain adalah untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan tertentu dan kontak sosial itu akan terus berlangsung selama kedua belah pihak masih mendapatkan keuntungan dari pertukaran tingkah laku itu. Karenanya teori ini kerap disamakan dengan watak pragmatisme.

Teori Dramaturgi
Tokohnya adalah Erving Goffman. Teori ini menganalogikan perbandingan pertunjukan panggung dengan tingkah laku manusia dalam dunia sosial nyata, dimana terdapat perbedaan mencolok antara perilaku depan panggung yang selalu berusaha mengemas penampilan sebaik mungkin dengan  perilaku belakang panggung dimana proses interaksi social berjalan apa adanya sesuai dengan karakter kepribadiannya sendiri tanpa kemasan.

Teori kritis dan Post Modernisme
Berapa tokohnya adalah Jurgen Habermas, Erich Fromm, dan Baudlirard. Teori kritik berkembang saat munculnya gejolak disparitas dan anomali yang muncul ditengah modernisme yang kian massif dalam berbagai aspek kehidupan manusia sebagai konsekuensi dari hegemoni kapitalisme dunia. Dalam pandangannya, teori ini cukup cermat mengkritisi berbagai celah kesalahan dari sistem yang berlaku baik itu ilmu sosial, kebudayaan, birokrasi ataupun teknologi yang secara implisit berpotensi menjerumuskan manusia dala keterasingan individu yang menindas. 

Perlu diingat bahwa teori sosiologi akan terus berkembang sejauh peradaban manusia berlangsung, untuk itu kita sebagai calon sosiolog dan  pemikir sosial harus memulai membentuk diri menjadi sosok intelektual organik yang terus produktif berkarya membangun bangsa.

Referensi  :
·        Raho, Bernard SVD. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Prestasi Publisher, 2007.
·        Maliki, Zainuddin. Narasi Agung Teori Sosial Hegemonik. Surabaya : LPAM, 2003.

**) Mahasiswa Sosiologi FISIP Unila
      Dimuat dalam ”SOCIETAS” Buletin HMJ Sosiologi Unila Edisi Februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar