Selamat membaca !

"Semoga bermanfaat, anda boleh mengutip sebagian artikel di blog ini, dengan syarat wajib mencantumkan akun ini dan penulisnya sebagai sumber rujukan, terima kasih.."

Senin, 05 September 2011

Opini : Refleksi Sumpah Pemuda


Oleh : Saddam Cahyo*


Sejarah sebuah Bangsa, adalah sejarah kaum mudanya ! ” ( Pramoedya Ananta Toer )

28 Oktober 1928. Genap 82 tahun yang lalu, ribuan pemuda melaksanakan Kongres Pemuda Indonesia ke-II di Indonesische Clubgebouw dengan penuh semangat dan harapan. Acara yang meriah di tengah kondisi keterasingan bangsa pribumi di tanah airnya sendiri ini dikenal dengan capaian akhirnya, yakni “Sumpah Pemuda” yang melambangkan sebuah konsepsi persatuan nasional dalam keberagaman budaya di Nusantara. “Satu Bangsa, Satu Tanah Air, dan Satu Bahasa”.

Kongres Pemuda yang dianggap remeh oleh pemerintah Kolonial Belanda saat itu, justru menjadi “api” penyulut semangat kemerdekaan yang jauh terpendam dalam hati rakyat. “api” Sumpah Pemuda terus berkobar dan menyebar dalam sanubari setiap orang pada saat itu, menumbuhkan semangat berjuang untuk menegakkan kemerdekaan dan keberdaulatan Bangsanya di Tanah airnya sendiri dari kekangan penjajahan Kolonial.

Begitu riuhnya nuansa yang terbangun oleh semangat pemuda Indonesia kala itu, dan begitu besar pula peran mereka dalam sejarah Bangsa. Ya, sejarah Indonesia memang jelas mencatat betapa besarnya pengaruh gerakan kaum muda untuk melakukan sebuah perubahan. Dibelahan dunia manapun, Pemuda memang selalu di identikan dengan kekuatan dan semangat pembaharuannya. 

Bagaimana apa kabar Pemuda Indonesia hari ini ? tak dapat di pungkiri, kobaran semangat Sumpah Pemuda kian tahun terus menyurut dalam semangat pemudanya. Padahal founding father Bung Karno pernah berpesan kepada kaum muda ; “warisilah apinya, jangan abunya !”. Ini menjadi sebuah PR besar yang harus kita temukan jawabannya bersama, karena kemerosotan semangat pemuda Indonesia saat ini sudah seperti sebuah ‘tumor ganas’ yang harus segera mungkin kita cabut dan sembuhkan.

Tantangan terbesar bagi kita kaum muda saat ini adalah melawan diri sendiri untuk melawan musuh bersama. Maksudnya adalah kita harus meneguhkan diri untuk tidak terlena dengan segala kemudahan dan kenyamanan yang kini dapat dengan leluasa kita nikmati, karena sejatinya Bangsa kita sedang dihadapkan pada kondisi kritis dan terjajah oleh hegemoni modal asing, inilah yang dimaksud dengan musuh bersama.  

Betapa mirisnya, ditengah ancaman kedaulatan nasional, kita justru masih saja terjebak dalam berbagai konflik horizontal berbau SARA yang sangat merugikan. Pergeseran pola hidup dan pandangan yang semakin cenderung individualistis dan apatis harus mulai kita tepis, dengan membangun kesadaran baru, ” Persatuan”. Bersatu berarti bersaudara, bersaudara berarti bersama. 

Dengan semangat bersama dan persatuan, bukanlah hal yang mustahil cita-cita kedaulatan nasional dapat seutuhnya kita tegakkan di Bumi Pertiwi ini. Sekali lagi di ingatkan, “ Hai pemuda, kondisi Bangsamu hari ini tidaklah sedang menikmati kemerdekaan seutuhnya, hari ini kita masih di belenggu penjajahan gaya baru yang bukan dalam bentuk invasi senjata, tetapi modal asing ! Bangkit dan bersatulah dengan segala kekayaan potensi mu ! “

**) Mahasiswa Sosiologi FISIP Unila 
      Dimuat dalam ”SOCIETAS” Buletin HMJ Sosiologi Unila Edisi Desember 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar