Selamat membaca !

"Semoga bermanfaat, anda boleh mengutip sebagian artikel di blog ini, dengan syarat wajib mencantumkan akun ini dan penulisnya sebagai sumber rujukan, terima kasih.."

Minggu, 04 September 2011

Opini : Masyarakat “Dilarang” Mudik Lebaran !



Oleh : Saddam Cahyo*

Anda pernah mudik ? tentu, setidaknya istilah mudik sangatlah akrab ditelinga masyarakat kita. Mudik sebagai rutinitas tahunan untuk berkumpul dengan sanak family di lembur ini memang sudah sangat mengakar dan menjadi sebuah hajat cultural tersendiri bagi masyarakat Indonesia.

Saya lebih suka menyebutnya “budaya orang urban”. Selain factor agama, mudik memang diawali dari sejarah panjang perkembangan corak produksi masyarakat hingga terbentuknya polis-polis / perkotaan sebagai titik sentral perekonomian dan dimulainya urbanisasi orang desa mengejar rejeki ke kota.

Seperti tahun-tahun lalu, mudik lebaran tahun ini masih diwarnai dengan rentetan masalah klasik yang tak pernah selesai dan malah dijawab dengan meningkatnya kompleksitas permasalahan transportasi. Meski harus berjibaku dengan berbagai keruwetan dan resikonya, “orang-orang urban” tak kan mau melewatkan kesempatan melepas penat perkotaan dan bertukar kabar dengan keluarga besar.

“Prestasi” kebijakan transportasi
Patut di apresiasi dengan tulus atas prestasi pemerintah pusat melalui Menteri Perhubungan  Freddy Numberi yang tanpa ragu menyatakan bahwa di atas kertas telah disiapkan sarana mudik untuk 36 juta orang untuk Lebaran 2010, jumlah ini jauh diatas prediksi jumlah pemudik yang mencapai 15, 52 juta orang atau meningkat 6,35% dari tahun lalu. 

Tentu perlu dicermati lebih dalam dan konstruktif, karena kebijakan transportasi kita punya  torehan sejarah yang tak mulus baik di darat, udara maupun laut dan sungai. Sebuah PR besar yang tak pernah tuntas karena ketidak seriusan pemerintah. Sejauh ini usaha keras yang dilakukan hanyalah berkutat pada penambahan angkutan, perbaikan jalan dan rel, penambahan pelabuhan atau bandara,dan usaha lain yang bersifat “darurat” saja.
Semangat mudik masyarakat sudah mulai disambut dengan berbagai kerusakan jalan di berbagai jalur startegis. Jalinsum kilometer 77/78 di Desa Hatta Lampung Selatan mengalami longsor yang menghabiskan sepertiga badan jalan, padahal sebelumnya di jarak sekitar 2 kilometernya pun terjadi longsor serupa. Lampung adalah provinsi penghubung dua pulau besar di Indonesia, dan kejadian ini sangat menampakkan kinerja pemerintah dalam pembangunan sarana jalan memang tak pernah serius, hal ini diperkuat pernyataan pejabat Dinas marga setempat yang hanya akan mengganjal badan jalan dengan batang kelapa (Kompas,29/8).

Mantan Wapres, M. jusuf Kalla beberapa waktu lalu banyak berkomentar terkait kebijakan transportasi, terutama crowded yang semakin parah di setiap tempat. Diketahui bahwa factor utama pemicu kemacetan lalu lintas adalah badan jalan yang tak sebanding dengan jumlah kendaraan yang melintas. Pengguna sepeda motor tercatat paling mendominasi jalan raya dengan total hingga 70%, ketidak patuhan terhadap aturan lalu lintas pun dicatat sebagai factor lain. 

Namun dari perspektif makro, kesemrawutan tranportasi nasional adalah murni tanggung jawab pemerintah. Ketidak tersedianya sarana transportasi yang aman, nyaman dan terjangkau serta menggelembungnya distribusi penjualan kendaraan yang tak terkontrol lah yang menjadi pemicu utama, hal ini terungkap setelah pemerintah mengeluarkan seruan untuk tidak mudik dengan kendaraan roda dua serta rencana pembatasan penggunaan sepeda motor di jalan raya ibu kota yang mendapat protes keras dari masyarakat.

Prediksi jumlah pemudik yang menggunakan kendaraan roda dua pada Lebaran tahun ini terus meningkat, naik sekitar 14,96% menjadi 3,62 juta pemudik dengan sekitar 1,8 juta sepeda motor. Angka ini menjadi peringatan besar karena data Dirlantas Mabes Polri mencatat pada arus mudik 2009 ada 728 pemudik yang tewas dan sebagian besarnya melibatkan sepeda motor, belum lagi kepadatan lalu lintas yang akan menghambat perjalanan. 

Melihat nominal angka prediksi di atas tentu menjadi tugas berat bila kita komparasikan dengan berbagai keterbatasan pemerintah kita. Dan apakah kebijakan pembatasan penggunaan roda dua saat ini paling tepat dilakukan ? sedangkan fasilitas mudik diatas kertas yang meyediakan sarana melebihi prediksi pemudik sebagai solusinya tak kunjung nampak hingga sekarang. 

Hajat cultural seperti ini tak kan bisa dibatasi apa lagi dilarang, dan sudah menjadi tugas pemerintah untuk memberdayakan berbagai pihak terkait selain Kemenhub, semisal Kemenakertrans, Kemendik, dan Kemenag untuk merumuskan terobosan kebijakan pemerintah untuk kelancaran arus mudik tahun ini yang sebenarnya memberi dampak positif pula untuk distribusi perekonomian kota ke desa yang tentunya akan mendorong laju perekonomian nasional.
_______________
Bandar Lampung, 1 September 2010

**) Mahasiswa Sosiologi FISIP Unila
      Dimuat dalam Harian Radar Lampung Edisi 6 September 2010.
MERUPAKAN ARTIKEL OPINI PERDANA YANG TERBIT DI MEDIA MASSA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar