Selamat membaca !

"Semoga bermanfaat, anda boleh mengutip sebagian artikel di blog ini, dengan syarat wajib mencantumkan akun ini dan penulisnya sebagai sumber rujukan, terima kasih.."

Rabu, 22 Maret 2017

STRATEGI PENGUATAN PENDIDIKAN ALTERNATIF: MENGURAI EKSISTENSI PKBM SANGGAR ANAK ALAM ( SALAM ) DI KABUPATEN BANTUL D.I. YOGYAKARTA

THE STRATEGY OF REINFORCEMENT OF ALTERNATIVE EDUCATION: ANALYSING THE EXISTENCE OF PKBM SANGGAR ANAK ALAM IN BANTUL REGENCY D.I. YOGYAKARTA

Rizqy Umami
Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta
Kampus Karangmalang, Yogyakarta
e-mail: rizqyumami@gmail.com

Abtract: The purpose of this study is to describe: implementation of education, obstructions, and strategies that reinforced existence of PKBM SALAM as alternaive education. This study is descriptive qualitative research. Subject of this study were selected by purposive technique, consists of founders, administrators, facilitators, parents, students, and people around. The data collection by in-depth interview, observation, and investigate document. The validity of data is tested by triangulation and member check. The technique of data analysis by reduction, display of data and conclusion. The result of this study showed that: 1) Education in PKBM SALAM is going well and progressing although not optimal yet in achieving the goal; 2) PKBM SALAM often met the barrier of it implementation of education that came from internal and eksernal areas. The barrier from internal area such as: curriculum, human resource, funding, students, and management of organization. The barrier from eksternal area, such as: attitude and support from parents, people, and government; 3) PKBM SALAM implement strategies that affect it existence, such as: developing activities based on needs of the community, kinship, democracy, equality, bulid participation, improve quality, creative, and consistence with the vision and mission. PKBM SALAM also use policy strategies to reinforced it existence, such as policy of legalization, build program based on needs, funding, and cooperation.

Keyword: policy strategy, alternative education, PKBM

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif dan mendeskripsikan penyelenggaraan, hambatan, dan strategi penguatan yang diterapkan PKBM Sanggar Anak Alam (SALAM) sebagai salah satu wujud dari pendidikan alternatif. Metode deskriptif kualitatif dipergunakan untuk mengoptimalkan penelitian. Pendiri, pengurus, fasilitator, orang tua, siswa, hingga masyarakat sekitar dipilih secara purposive sebagai subyek penelitian. Selain wawancara mendalam, observasi, dan kajian dokumen juga dilakukan untuk memperoleh data, sedangkan pengujian keabsahan data diselenggarakan melalui teknik triangulasi dan member check. Proses analisis dilakukan dengan mereduksi, menyajikan dan membuat kesimpulan atas data-data yang diperoleh secara simultan. Hasil peneilitianini menunjukkan bahwa: 1) PKBM SALAM mampu melakukan penyelenggaraan secara baik, dan relatif berkembang dari masa ke masa; 2) Hambatan yang terus dihadapi oleh PKBM SALAM mencakup wilayah internal: kurikulum, sumber daya manusia, pendanaan, siswa, serta pengelolaan lembaga. Adapun hambatan eksternal mencakup: sikap dan dukungan orang tua, masyarakat, dan pemerintah; 3) Strategi penguatan yang diterapkan PKBM SALAM untuk mempertahankan eksistennya meliputi: pengembangan kegiatan berdasarkan kebutuhan dan kondisi masyarakat, membangun dan memperkuat hubungan kekeluargaan, berasaskan demokratis partisipatoris, mengupayakan peningkatan kualitas melalui forum, kreatif mendayagunakan sumber daya, dan konsisten terhadap visi misi. Di samping itu, dilakukan juga upaya legalisasi, dan berbagai kerjasama dengan banyak pihak untuk mendukung eksistensinya.
Kata kunci: strategi penguatan, pendidikan alternatif, PKBM


PENDAHULUAN

Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 24 Ayat 1, berbunyi: “Setiap peserta didik pada satuan pendidikan mempunyai hak mendapat perlakuan sesuai bakat, minat, dan kemampuannya”. Hal ini menyuratkan betapa pendidikan mendapatkan posisi yang begitu azasi, sentral, dan strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, di era global yang serba menuntut percepatan dan meniadakan batas-batas antar negara, harapan mewujudkan sistem pendidikan ideal harus menghadapi tantangan berat. Masalah justru terletak pada sistem pendidikan nasional yang sangat berorientasi meraih kualitas penyerapan outputnya di pasar tenaga kerja. Dampak buruknya ialah terabaikannya substansi pendidikan yang emansipatoris hingga kualitas pendidikan itu sendiri. Lembaga pendidikan didorong untuk memfokuskan diri pada cabang-cabang ilmu praktis yang mampu menghasilkan sumber daya manusia siap kerja. Sementara cabang ilmu lainnya, termasuk yang berakar pada kearifan lokal cenderung dikesampingkan.

Dilema itu masih ditambah oleh pola uniformitas dalam pendidikan nasional. Penyeragaman dilakukan mulai dari kurikulum jenjang standar kelulusan, hingga kompetensi dasar yang disusun secara up to down. Otoritas guru masih dominan dan hanya memposisikan siswa sebagai objek dalam pembelajaran. Metode pembelajaran yang monolog dan penuh formalitas justru kerap melemahkan motivasi belajar siswa. Terlebih beragam potensi, minat, juga bakat siswa juga kurang diapresiasi, dan difasilitasi. Situasi inilah yang turut menimbulkan berbagai penyimpangan seperti kebiasan mencontek, minimnya kreativitas, hingga tumpulnya daya saing siswa. Lebih dari itu, pendidikan nasional  juga kian bergeser ke arah komersial (Darmaningtyas, 2004). Pendidikan yang merupakan public goods kini beralih eksklusif menjadi private goods, dan terbagi ke dalam strata vertikal. Tahun 2012 saja, Badan Pusat Statistik mencatat jumlah angka partisipasi murni pendidikan di Indonesia masih sangat jauh dari harapan pemerataan pendidikan, yakni baru mencapai 70,84% untuk SMP, dan 51,56% untuk SMA (BPS, 2013).
Sejatinya pendidikan memang tonggak kemajuan bagi sebuah bangsa, karena ia mencakup proses yang berkelanjutan sepanjang hayat. Namun sayangnya sistem pendidikan formal yang selama ini diakses sebagian besar masyarakat memiliki keterbatasn pada waktu, dan kurang cukup membekali kecakapan hidup bermasyarakat. Berbeda dengan pendidikan formal, model Pendidikan Luar Sekolah (PLS) dewasa ini marak dipercaya sebagai pilihan alternatif karena tidak hanya mengedepankan aspek intelektual, melainkan juga kontekstual untuk melengkapi kebutuhan belajar siswa berdasarkan kondisi mereka. Supriadi (2001) menyebutkan beberapa faktor yang memicu perluasan model pendidikan alternatif berbasis masyarakat: (1) Keterbatasan sekolah regular/konvensional; (2) Penegasan atas keragaman budaya; (3) Penguatan masyarakat madani/civil society; (4) Kendala-kendala yang dihadapi oleh anggaran belanja pemerintah; dan (5) Desentralisasi layanan publik/pemerintahan. Sementara Sihombing (1999) mengatakan bahwa Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai salah satu bentuk penyelenggara pendidikan alternatif dapat menjadi wahana pemberdayaan dan penguatan masyarakat dalam menyongsong era global.
PKBM pada umumnya dibentuk sebagai upaya pemenuhan kebutuhan belajar siswa sesuai dengan keragaman minat, bakat, dan kebudayaannya. Keberadaanya yang cenderung non profit oriented dirasa sangat bermanfaat bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah. PKBM dipercaya mampu memperluas kesempatan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk mengakses pendidikan. Namun, sayangnya pendidikan alternatif oleh PKBM yang kebanyakan diselenggarakan secara swadaya, selalu menghadapi berbagai hambatan, sehingga sangat rentan alami kevakuman, bahkan berhenti beroperasi. Selain pendanaan, model kurikulum, jumlah dan kompetensi tenaga pengajar, hingga minimnya dukungan pemerintah dan masyarakat pun kerap menjadi masalah umum yang dihadapi PKBM. Sistem perekrutan tenaga pengajar yang kebanyakan mengandalkan pola terbuka dan suka rela, hingga latar pendidikannya yang sangat beragam juga mempengaruhi kualitas pembelajaran yang diselenggarakannya. Adanya pengelompokan sistem dan jenjang pendidikan oleh masyarakat juga berakibat pada asumsi masyarakat yang meragukan legalitas penyelenggaraan pendidikan PKBM. Namun kondisi demikian tidak selalu dialami setiap PKBM, salah satunya adalah PKBM Sanggar Anak Alam (SALAM) Yogyakarta.
PKBM Sanggar Anak Alam (SALAM) merupakan satu diantara banyaknya penyelenggara pendidikan alternatif yang mampu mempertahankan eksistensinya hingga saat ini. PKBM SALAM juga termasuk kategori nirlaba yang merangkul seluruh lapisan masyarakat, terutama kalangan kurang mampu dan berdomisili di lingkungan sekitarnya. Pola pendidikan partisipatoris juga diadopsi PKBM tersebut dengan memposisikan guru sebagai fasilitator yang bertugas mendampingi siswa untuk mengembangkan potensi dan kreativitasnya seoptimal mungkin. Berbagai unsur kearifan lokal yang diserap dari kebudayaan setempat juga menjadi bagian utama dari kurikulum yang diterapkan. Bertahan hingga lebih dari sepuluh tahun sejak pertama kali dibangun tahun 2000, PKBM SALAM menawarkan ruang kajian yang kondusif bagi peneliti untuk secara komprehensif mengetahui strategi penguatan pendidikan yang diterapkan selama ini. Mengingat betapa krusialnya problematika pendidikan di Indonesia, berbagai strategi penguatan pendidikan alternatif sebagaimana diselenggarakan oleh PKBM SALAM perlu diibaratkan layaknya harta karun terpendam yang harus digali karena nilainya mampu menyelamatkan masa depan bangsa dalam menyongsong era global.
Strategi Kebijakan Pendidikan
 
Strategi dalam perspektif manajemen, diartikan Nogi (2005) sebagai upaya  yang dilakukan oleh suatu lembaga untuk mengembangkan keunggulannya dalam lingkungan kompetitif agar dapat mencapai tujuan. Hal tersebut menjelaskan bahwa suatu lembaga selalu membutuhkan strategi dalam rangka pencapaian tujuan. Mereka tentunya tidaklah berdiri sendiri dalam menjalankan aktivitasnya, ada banyak organisasi/lembaga lain di bidang yang sama, hingga memungkinkan terjadinya kompetisi. Kondisi demikian dapat berpotensi menjadi kendala suatu organisasi untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan apabila mereka tidak menerapkan strategi tertentu. Strategi dapat dilakukan dengan berbagai cara, sebagaimana dikemukakan Sihombing (2000) adalah secara kreatif memaksimalkan pengelolaan sumber daya yang terbatas. Strategi lain yang dapat diupayakan suatu lembaga adalah dengan membuat kebijakan, dimana akan terdapat banyak alternatif yang dapat dipilih. 

Friedrich (1963) mendefinisikan kebijakan sebagai suatu tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu, terkait pencarian peluang untuk mengatasi berbagai hambatan dalam mencapai tujuan yang dikehendaki. Suatu kebijakan tak hanya digunakan sebagai strategi untuk mencapai tujuan, namun juga untuk menyelesaikan permasalahan. Hal tersebut juga dijelaskan Rohman (2012) bahwa perumusan suatu kebijakan biasanya dilatarbelakangi adanya suatu masalah. Timbulnya masalah dikarenakan oleh terjadinya kesenjangan antara cita-cita (das sollen) dengan kenyataan (das sein), karenanya kebijakan dirumuskan untuk mengurangi kesenjangan diantara keduanya dan meminimalisir masalah, sehingga cita-cita dapat diwujudkan. Adanya permasalahan dalam suatu lembaga, baik secara langsung maupun tidak, tentu akan berpengaruh buruk bagi keberlangsungnan lembaga tersebut jika tidak segera ditangani. Oleh karena itu strategi kebijakan penting untuk diupayakan oleh suatu lembaga.
Lembaga pendidikan adalah salah satu wujud dari lembaga yang kerap memutuskan suatu kebijakan terkait permasalahan yang dihadapi dalam menyelenggarakan kegiatan dan tercapainya tujuan. Kebijakan pendidikan yang diputuskan, biasanya tertuang dalam bentuk lisan maupun tulisan, yang nantinya akan dilaksanakan dalam bentuk program. Artinya,  kebijakan pendidikan merupakan hasil proses pertimbangan yang dilakukan secara matang, mengingat kedudukannya sebagai suatu alternatif dalam menghadapi permasalahan demi pencapaian tujuan.
Tilaar & Nugroho (2008) juga menjelaskan bahwa kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis yang tertuang dalam visi dan misi demi tercapainya tujuan pendidikan dalam kurun waktu dan masyarakat tertentu. Good  (1959) menjelaskan lebih rinci kebijakan pendidikan sebagai suatu pertimbangan berdasar pada sistem nilai dan beberapa penilaian terhadap faktor-faktor yang bersifat situasional.
Merumuskan Kebijakan Pendidikan
Perumusan kebijakan pendidikan dijelaskan oleh Dunn (2003), terdiri dari beberapa tahapan, yakni penyusunan agenda, formulasi, adopsi, implementasi dan evaluasi kebijakan. Agenda kebijakan dilakukan oleh pihak  yang berwenang dengan memilih dan mengangkat suatu masalah yang akan dikaji, dimana jumlahnya memungkinkan lebih dari satu. Namun tidak semua masalah dapat dimasukan ke dalam agenda kebijakan, melainkan hanya sebagian yang dianggap paling penting atau memerlukan penyelesaian dengan segera. Proses penyusunan agenda dilakukan dengan merumuskan masalah yang akan menghasilkan asumsi-asumsi sebagai dasar untuk mendefinisikan masalah.
Proses selanjutnya adalah formulasi alternatif kebijakan yang dapat dipilih untuk menyelesaikan permasalahan, dimana didalamnya juga dilakukan proses prediktif. Proses tersebut akan menghasilkan informasi terkait konsekuensi dari pemilihan suatu alternatif, termasuk untuk tidak melakukan sesuatu. Proses ketiga adalah adopsi kebijakan yang dilakukan dengan memilih alternatif kebijakan yang mendapat dukungan dari mayoritas anggota forum pihak berwenang. Pada tahap ini, terdapat proses perumusan rekomendasi kebijakan yang memberikan informasi perihal manfaat atau estimasi biaya dari beberapa alternatif di masa mendatang.
Proses keempat dalam perumusan kebijakan adalah implementasi atau pelaksanaan kebijakan yang telah diputuskan, dimana akan dilakukan secara seksama oleh pihak pelaksana di lapangan. Pada tahap ini, juga dilakukan proses monitoring yang akan memberikan informasi terkait hasil dan dampak pelaksanaan dari kebijakan yang telah diputuskan. Proses terakhir adalah evaluasi, yang merupakan proses penilaian terhadap  kinerja atau hasil dari pelaksanaan suatu kebijakan. Tujuannya untuk memberikan informasi terkait kesesuaian harapan dengan hasil pelaksanaan kebijakan di lapangan.
Keseluruhan proses ini wajib dilakukan agar perumusan kebijakan dapat terselenggara dan menghasilkan keputusan yang tepat, sesuai kebutuhan objektif bagi suatu lembaga pendidikan. Khususnya bagi lembaga pendidikan non formal yang berbasiskan partisipasi masyarakat, kebijakan sebagai suatu strategi memiliki peranan yang sangat menentukankeberlangsungan penyelenggaraan maupun pencapaian tujuannya.
PKBM sebagai Pendidikan Alternatif
Pendidikan alternatif merupakan istilah yang diberikan pada suatu program atau cara mengembangkan peserta didik melalui pendidikan yang berbeda dengan pendidikan formal. Pendidikan alternatif merupakan sebuah sistem pendidikan yang sengaja, dan secara sadar dirancang untuk memenuhi berbagai keperluan yang belum dapat dipenuh oleh pendidikan formal (Miarso, 1994). Sementara UNESCO (1998) mendefinisikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai bentuk lembaga pendidikan alernatif yang diselenggarakan di luar sistem pendidikan formal yang diarahkan untuk masyarakat. Dikelola oleh masyarakat, serta memberi kesempatan kepada masyarakat itu sendiri untuk mengembangkan berbagai model pembelajaran, dengan tujuan mengembangkan kemampuan dan keterampilan masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidupnya.
Sihombing (2000) mengemukakan bahwa PKBM merupakan tempat belajar yang dibentuk dari, oleh, dan untuk masyarakat dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, hobi, dan bakat warga masyarakat, yang mendasarkan programnya pada kebermaknaan dan kemanfaatan bagi warga belajarnya dengan  mendayagunakan segala sumber daya yang ada di sekitarnya. Keberagaman program sesuai dengan teknologi yang diperlukan telah menjadi ciri khas PKBM. Selain itu keterlibatan warga masyarakat dalam pengadaan, perencanaan, pemanfaatan, dan pengelolaan sangatlah menentukan keberlangsungan PKBM.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional, tujuh karakter yang harus dimiliki dan dikembangkan PKBM antara lain: (a) kepedulian terhadap yang berkekurangan; (b) kemandirian penyelenggaraan; (c) kebersamaan dalam kemajuan; (d) kebermaknaan setiap program kegiatan; (e) kemitraan dengan semua pihak yang ingin berpartisipasi dan berkontribusi; (f) fleksibilitas program dan penyelenggaraan; (g)  pembaharuan diri yang terus menerus (continuous improvement).
Sebagaimana diungkapkan (Prasetyo & Tohani, 2008) PKBM merupakan alternatif yang dapat dipilih dan dijadikan ajang pemberdayaan yang memicu motivasi dan kreasi masyarakat. Selama ini program pendidikan formal terlalu bersifat standar dan kurang bermakna bagi kehidupan sehari-hari, hingga mengakibatkan lemahnya kreativitas, kemandirian, dan kedinamisan masyarakat dalam mengusahakan pendidikan yang sesuai kebutuhan dan potensi di lingkungannya. Melalui PKBM dapat diupayakan terwujudnya kemajuan, kemandirian, dan keseahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan.
Ong (2003) bahkan menguraikan bahwa PKBM merupakan prakarsa pembelajaran yang hakikatnya sebagai instiusi yang berbasiskan masyarakat (community based instiution). Baik penyelenggaraa, pengembangan, dan keberlanutan PKBM menjadi tanggung jawab kolektif dari masyarakat itu sendiri. Semangat kebersamaan, kemandirian, dan gotong royong harus muncul karena masyarakat adalah objek sekaligus subjeknya. Karenanya pemilihan program-program pendidikan pun harus disesuaikan dengan kebutuhan objektif dalam situasi-situasi tertentu yang sedang dihadapi oleh masyarakat tersebut.
Kehadiran PKBM sesungguhnya sangat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat, karena tujuannya yang memberikan solusi alternatif bagi pemenuhan hak pendidikan yang aksesibel bagi setiap lapisan masyarakat. Berbeda dengan pendidikan formal yang dalam prakteknya seringkali tidak dapat dijangkau, PKBM cenderung dibentuk sebagai lembaga swadaya dan nirlaba sehingga dapat memangkas kekhawatiran masyarakat kurang mampu untuk dapat mengenyam pendidikan. Hakikat PKBM yang dinamis juga sangatlah berguna secara praktis dan langsung ketimbang kurikulum yang diterapkan di lembaga pendidikan formal. Sehingga diharapkan melalui outputnya dapat lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan taraf kehidupan masyarakat itu sendiri.
Hambatan, Tantangan, dan Faktor Keberhasilan PKBM sebagai Pendidikan Alternatif
PKBM sebagai pendidikan alternatif memang selalu menghadapi persoalan yang serius, baik itu dalam kategori hambatan maupun tantangan. Sihombing (1999) mengemukakan hambatan pada pelaksanaan program PKBM yakni terkait masalah jumlah dan kualits tenaga pendidik yang belum memadai, sarana, dan prasarana yang belum lengkap, tempat belajar yang tidak permanen, kualitas hasil pembelajaran yang sulit diukur, lemahnya akurasi informasi tentang sasaran program, jadwal pelaksanaan pembelajaran yang tidak pasti, dan lain sebagainya.
Sihombing (2000) lebih lanjut merincikan hambatan umum dari pelaksanaan program PKBM: (1) sistem perencanaan, penganggaran, dan pertanggungjawaban keuangan top-down yang masih kuat; (2) kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan masyarakat untuk melaksanakan program pendidikan; (3) sikap birokrat; (4) kebutuhan belajar masyarakat yang beragam, yang belum sepenuhnya mampu dipenuhi PKBM; (5) sikap masyarakat yang masih tertuju pada pemenuhan kebutuhan lain, seperti pangan, papan, dan sandang; (6) budaya menunggu masyarakat; (7) tokoh panutan yang sering berperilaku seperti birokrat; (8) lembaga sosial masyarakat yang belum banyak bergerak di bidang pendidikan; (9) keterbatasan anggaran dan sarana prasarana serta prosedur yang berbeli-belit, dan (10) egoisme antar sektoral.
PKBM sebagai pendidikan alternatif pada jalur non formal memang rentan mengalami berbagai permasalahan sebagaimana disebutkan di atas, mengingat bahwa PKBM merupakan lembaga pendidikan nirlaba yang pelaksanaannya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. profesionalitas, beragamnya latar belakang baik pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya dari pengelola, juga minimnya pendanaan, dan perhatian pemerintah tentu dapat menjadi penghambat yang serius bagi pelaksanaan pemebalajaran dan keberlangsungan PKBM.
Selain hambatan, PKBM juga menghadapi tantangan dalam penyelenggaraan pndidikannya. Sihombing (1999) menyebutkan tantangan yang dihadapi oleh PKBM adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, serta krisis ekonomi. Kondisi tersebut menantang PKBM untuk dapat mengembangkan program pembelajaran yang mampu memberikan peluang bagi seluruh masyarakat agar memperoleh hak atas pendidikan, mengembangkan program pembelajaran yang tidak hanya memberikan pengetahuan melainkan juga keterampilan yang akan bermakna bagi kehidupan masyarakat.  Tantangan lain yang dihadapi PKBM, diantaranya: (1) penyiapan sumber daya manusia: (2)  pengembangan kualitas; (3) mendorong partisipasi masyarakat; (4) bentuk pengelolaan; pengendalian kualitas program; (5) pengndalian kualitas program; (6) penyeragaman visi dan persepsi pengelola PKBM (Sihombing, 2001).
Berbeda dengan Siombing (1999), Susanti (2003) menjelaskan bahwa di satu sisi PKBM memiliki fleksibilitas yang tinggi bagi inovasi pengembangannya, namun konsepnya yang terlalu umum kerap tidak memadai untuk menjadi pijakan bagi pengembangan ke tahap yang lebih lanjut. Timbulnya banyak kesimpangsiuran pemahaman konseptual juga dapat menimbulkan tindakan yang kontra produktif bagi PKBM sebagai lembaga pendidikan. Beberapa praktek programnya, bahkan terkesan bernuansa proyek yang dipaksakan ketimbang kebutuhan yang sesungguhnya dikehendaki masyarakat. Penyusunan program penyelenggaraan pendidikan dalam PKBM hndaknya bias dilakukan secara sistematis dan terukur, bukan hanya dilakukan secara trial and error seperti yan sering terjadi selama ini.
Sihombing (2001) menyebut beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan PKBM sebagai salah satu wujud sistem pendidikan luar sekolah. Diantaranya, terkait kebutuhan masyarakat, kesediaan mendengar pendapat masyarakat, fleksibiliitas program pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, keanekaragaman program pembelajaran, orientasi pada kebermaknaan program pembelajaran yang bukan sekedar ijazah, pengembangan kurikulum  berbasis kebutuhan peserta didik, program kegiatan yang dikelola oleh masyarakat, dana pembelajaran yang jelas.
Strategi Memperkuat PKBM sebagai Pendidikan Alernatif
Perubahan merupakan sesuatu yang pasti dialami oleh siapa pun dalam kehidupan yang dinamis, demikian pula pada lembaga atau organisasi. Tingginya kompetisi, meningkatnya kualitas permintaan, keadaan lapangan kerja/pasar, semakin ketatnya kontrol lingkungan, dan perubahan teknologi, merupakan hal-hal yang dapat menantang dan mengancam kelangsungan hidup setiap lembaga pendidikan luar sekolah sebagai penyelenggara pendidikan alternatif. Untuk itu, diperlukan suatu cara agar dapat terus mempertahakan keberadaanya, yaitu dengan terus belajar melakukan inovasi sebagai langkah perbaikan kualitas (Sihombing, 1999).  Dengan demikian, perubahan dapat diartikan sebagai salah satu strategi yang dapat diupayakan PKBM sebagai lembaga pendidikan luar sekolah untuk mempertahankan keberadaannya dalam menyelenggarakan pendidikan alternatif.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Kamil (2011), bahwa terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan program PKBM. Pertama, pengelolaan dan perencanaan yang sistematis agar pelaksanaan kegiatan lebih efektif dan efisien. Kedua, kejelasan struktur organisasi yang akan berdampak pada pengelolaan PKBM. Ketiga, pemahaman tentang siklus perencanaan dan pengelolaan program PKBM. Keempat, peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kelima, mobilisasi dan membangun jaringan. Keenam, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan PKBM.
Hiryanto (2009) mengemukakan beberapa potensi yang bisa dikembangkan untuk memperkuat PKBM. Pertama, seiring dengan posisinya sebagai institusi pendidikan yang berbasis masyarakat dengan ciri actual adanya: (1) dukungan masyarakat dalam berbagai bentuk; (2) keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan; (3) kemitraan dimana masyarakat ikut menjalin hubungan  yang sejajar dengan pengelola program; (4) kepemilikan dimana masyarakat ikut mengendalikan semua keputusan yang berkaitan dengan program pendidikan luar sekolah. Kedua, dilihat dari layanan pogram yang dapat dilaksanakan, PKBM mmiliki potensi untuk menyelenggarakan seluruh program pendidikan nonformal dan informal yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik, seperti: pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemuddaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan serta pelatihan kerja, dan sebagainya. Ketiga, PKBM dapat prinsip belajar bersama peserta didik lain dalam kegiatan pembelajarannya. Selain itu, penggunaan aspek integratif dalam pembelajaran dimana prosesnya tidak hanya menekankan pada aspek tertenu saja, melainkan memadukan semua aspek dalam satu layanan program. Keempat, kemampuan dalam bekerja sama secara kolabratif dan sinergis dengan institusi lain yang memiliki keamaan tujuan. Kelima, menempatkan masyarakat sebagai subjek didik yang aktif dalam proses pembelajaran agar dapat memnuhi kebutuhan diri, masyarakat, dan institusi PKBM itu sendiri. Kehadiran PKBM juga harus mampu merangkul semua kalangan masyakarat untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengakses pendidikan.
Lain halnya, Sihombing (1999: 157-173) menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penguatan PKBM, yaitu strategi, pola hubungan, dan mutu pendidikan. Strategi merupakan kiat, cara, taktik, atau seni situasional yang digunakan untuk mencapai tujuan. Hezer & Render (1991) mengemukakan lebih lanjut bahwa beberapa strategi dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengembangkan suatu lembaga. Diantaranya strategi produksi, proses, lokasi, dan sumber daya manusia. Pertama, Srategi produksi dengan memperhatikan berbagai komponen input untuk dapat menentukan output yang akan dihasilkan sebuah lembaga.. Kedua, strategi proses sebagai cara yang paling efektif dan efisien untuk menghaslkan produk yang sudah ditentukan. 

Dilakukan dengan membuat rencana materi belajar, waktu, dan sarana yang diperlukan dalam proses pembelajaran, seraya memperhatikan relevansi pembelajaran, orientasi pasar, kualitas dan pemantapan keberadaan PKBM. Ketiga, Strategi lokasi yang dimaksudkan sebagai penentuan tempat berlangsungnya kegiatan, juga terkait dengan prosedur perizinan. Keempat, Strategi sumber daya manusia sebagai perencanaan, pengadaan, penempatan, dan peningkatan kemampuan SDM yang dimiliki agar dapat mengoptimalkan pencapaian  tujuan.
PKBM juga harus menjadi lembaga mandiri yang bertumpu pada kreativitas dan kapasitas masyarakat di sekitarnya, bercirikan keberpihakan pada kepentingan masyarakat, bukan pemerintah. Peran lembaga atau organisasi lain dalam mendukung keberadaan dan pengembangan PKBM, dapat mencakup: (a) Pemberian fasilitas penggunaan sarana – prasarana; (b) Pemberian jasa konsultasi oleh among belajar, BPKB, SKB, penilik, dari instansi pemerintahan yang terkait; (c) Pemberian dana yang dapat meningkatkan motivasi belajar sebagai bentuk apresiasi atas prestasi masyarakat; (d) Pemberian penghargaan pada PKBM dan pengelolanya yang berprestasi; (e) Penyelenggaraan ujian kesetaraan untuk program-program yang ada di PKBM.

METODE

Jenis penelitian merupakan penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari individu-individu dan perilaku yang diamati serta diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (Bogdan & Taylor, 1975). Penelitian ini mendeskripsikan strategi PKBM SALAM secara menyeluruh dan mendalam sebagai pendidikan alternatif yang mampu mempertahankan eksistensinya dalam menyelenggarakan pendidikan.
Penelitian ini dilakukan di PKBM SALAM yang berlokasi di Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta, dan dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 setelah sebelumnya dilakukan pra riset. Subyek penelitian ini dipilih secara purposive, dimana dijelaskan oleh Creswell (2007), pemilihannya dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa subyek tersebut dapat memberikan informasi yang hendak diperoleh sesuai dengan masalah dan fenomena penelitian. Subyek penelitian ini adalah orang-orang yang selama ini berpartisipasi secara langsung di PKBM SALAM, termasuk dalam pengambilan kebijakan terkait penyelenggaraan pendidikannya, terdiri dari pendiri, pengurus, fasilitator, orang tua, siswa dan masyarakat sekitar.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (in-depth interview), observasi dan kajian dokumen. Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri (human instrument) karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dimana peneliti berfungsi dalam menetapkan fokus penelitain, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan, penilaian, analisis, dan penafsiran data, serta membuat kesimpulan. Instrumen lain yang digunakan adalah pedoman wawancara, pedoman observasi, catatan lapangan, dokumen, alat perekam, kamera, dan alat tulis (Maykut & Yacurb, 1994).
Pengujian keabsahan data menggunakan teknik triangulasi yang dilakukan melalui berbagai sumber, metode, pemeriksa dan teori yang berbeda, termasuk memperkuat fakta-fakta dari sumber berbeda tersebut untuk memperjelas tema atau perspektif yang sedang dikaji. Selanjutnya member check dilakukan peneliti untuk memperoleh pandangan partisipan terkait keakuratan temuan dan interpretasinya sebagai persiapan untuk melakukan analisis data (Creswell, 2007). Partisipan dalam proses ini terdiri dari pendiri, pengurus, fasilitator, orang tua, siswa dan masyarakat sekitar PKBM SALAM.
Data yang telah diuji keabsahannya, dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data interaktif yang terdiri dari proses reduksi (reduction), penyajian (display), dan penarikan kesimpulan (conclusion) (Miles & Huberman, 1992). Teknik analisis tersebut dilakukan agar diperoleh hasil penelitian yang secara holistik mendeskripsikan strategi kebijakan PKBM SALAM dalam mempertahankan eksistensinya sebagai pendidikan alternatif. Reduksi data merupakan bentuk analisis untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang, data yang tidak diperlukan, dan mengorganisasikan data sehingga diperoleh kesimpulan sementara. Penyajian data hasil reduksi selanjutnya dilakukan sebagai kegiatan menyusun informasi sehingga memungkinkan untuk dilakukan penarikan kesimpulan sebagai proses akhir dari teknik analisis data interaktif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

PKBM Sanggar Anak Alam (SALAM) yang berdiri pada tahun 2000 di Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta merupakan sebuah komunitas di bidang pendidikan yang pada mulanya didirikan di sebuah desa yang terletak di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, tepatnya pada tanggal 17 Oktober 1988. Berdirinya PKBM SALAM dilatarbelakangi oleh keprihatinan pendiri, dan beberapa rekannya mengenai kondisi pendidikan, khususnya pendidikan dasar yang mengalami pergeseran orientasi. Pendidikan dasar saat ini cenderung tidak lagi mengajarkan hal-hal dasar dan esensial kepada anak-anak. Padahal hal tersebut merupakan fondasi penting yang akan memberikan bekal di masa mendatang bagi sistem berpikir dan sikap anak dalam memahami potensi dan realitas kehidupan di sekitarnya. Oleh karenanya PKBM SALAM memberikan perhatian khusus pada pendidikan dasar dengan menghadirkan hal-hal mendasar dan esensial pada model pendidikannya.
PKBM SALAM di Kabupaten Bantul memulai kegiatannya dengan pendampingan belajar bagi anak-anak, kemudian berkembang dengan kegiatan lain yang sering kali menghadirkan narasumber, seperti pertunjukan teater, musik, tari, pertanian organik dengan sistem pertanian berkelanjutan, pembuatan pupuk kompos, beternak, daur ulang kertas, dan briket arang, pelatihan pendidikan anak usia dini, kegiatan perpustakaan, jurnalistik anak dengan menerbitkan koran desa, hingga membentuk Kelompok Bermain (KB) tahun 2004, Taman Anak (TA) tahun 2006, Paket A (SD) tahun 2008, dan Paket B (SMP) tahun 2012.
Model pendidikan yang dikembangkan PKBM ini berdasarkan pada kebutuhan, dan kondisi masyarakat yang terintegrasi secara langsung dalam kehidupan sehari-hari, diterapkan sesuai dengan tahapan perkembangan siswa, serta tidak hanya mengedepankan hasil melainkan juga proses, sehingga kelak akan berguna bagi siswa. Prinsip yang dikembangkan PKBM SALAM adalah menciptakan kehidupan belajar yang merdeka, dimana proses pendidikannya dibangun atas dasar kebutuhan dan kesepakatan bersama. Pembelajarannya dilakukan dengan metode penelitian sederhana untuk menemukan pengetahuan melalui berbagai peristiwa. Secara umum kegiatannya dikembangkan berdasarkan empat perspektif, yaitu pangan, lingkungan, kesehatan, dan sosial budaya, sehingga kurikulum yang dikembangkan juga berdasarkan pada aspek tersebut dengan mengangkat tema-tema tertentu. Adapun materi pembelajarannya terdiri dari: membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, ilmu alam, pengetahuan umum, bahasa Indonesia, bahasa ibu, bahasa sehari-hari, olahraga, olah kebun, memasak, organisasi, dan kesenian lokal seperti musik, tari, serta prakarya.
Penyelenggaraan pendidikan di PKBM SALAM selama ini memang belum optimal dalam mencapai tujuan, namun secara umum sudah berjalan dengan baik, bahkan untuk beberapa hal mengalami perkembangan yang melebihi perkiraan meskipun dilakukan dengan sumber daya dan dana yang terbatas. Aspek pangan misalnya, orang tua, anak-anak bahkan masyarakat sekitar yang mengikuti kegiatan di PKBM SALAM, menjadi lebih kritis dan peduli terhadap makanan sehat serta mengurangi ketergantungan mereka terhadap produk pabrik. PKBM SALAM melalui pendidikannya juga menjadikan siswa mampu mengambil keputusan secara mandiri terkait berbagai hal menyangkut dirinya, memiliki kepekaan terhadap sesama dan lingkungan, serta mengenal kearifan lokal.
Di sisi lain, PKBM SALAM sebagai lembaga pendidikan alternatif berbasis masyarakat juga sering kali menghadapi berbagai permasalahan yang dapat menghambat penyelenggaraan pendidikannya. Hambatan yang dihadapi berasal dari lingkungan internal maupun eksternal PKBM. Hambatan internal terkait dengan kurikulum dengan tema-tema tertentu yang tidak selalu mudah untuk diterapkan sesuai dengan peristiwa sehari-hari, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda, minimnya pendanaan, keberagaman siswa, serta pengelolaan lembaga. Hambatan eksternal terdiri dari sikap dan dukungan pemerintah yang lemah terhadap pendidikan nonformal, dan sikap orang tua terkait kontinuitas pembelajaran di rumah serta masyarakat yang masih meragukan kualitas pendidikan dari lembaga pendidikan nonformal.
Oleh karenanya, untuk menghadapi berbagai hambatan tersebut PKBM SALAM menerapkan beberapa strategi. Strategi-strategi tersebut diantaranya pertama, mengembangkan kegiatan berdasarkan kebutuhan dan kondisi masyarakat yang melibatkan berbagai pihak, termasuk orang tua dan masyarakat sekitar. Kedua, membangun hubungan kekeluargaan dimana para anggotanya saling peduli, saling mengingatkan, saling berbagi, saling menguatkan sehingga tumbuh rasa kepemilikan yang mendorong setiap warganya untuk terus memperkuat keberadaan PKBM SALAM dalam menyelenggarakan pendidikan. Ketiga, mendasarkan penyelenggaraan pendidikannya pada kesetaraan dimana setiap orang memiliki hak yang sama sehingga kewenangan termasuk untuk membuat keputusan tidak hanya dipegang oleh satu pihak. Keempat, memanfaatkan pertemuan forum yang dilakukan secara rutin sebagai wadah untuk melakukan perencanaan, pengayaan, evaluasi, pelatihan terkait pembelajaran. Kelima, mendayagunakan seluruh sumber daya yang jumlahnya terbatas secara optimal. Keenam, mengupayakan konsistensi penyelenggaraan pendidikan dengan menjadikan visi dan misi sebagai pedoman. Ketujuh, mengikuti berbagai perkembangan, baik informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan sebagainya. Selain berbagai strategi tersebut, PKBM SALAM juga menerapkan beberapa strategi kebijakan untuk memperkuat keberadaannya sebagai lembaga pendidikan alternatif, diantaranya:
Kebijakan Legalisasi PKBM
Legalitas PKBM SALAM awal mula hanya pada jenjang Kelompok Bermain (KB), namun selanjutnya pada tahun 2009 semua kegiatan yang ada di PKBM tersebut mendapat pengakuan secara legal oleh Dinas Pendidikan Menengah dan Nonformal melalui Surat Keputusan (SK) Nomor 421/157/2010. Perumusan kebijakan ini dilatarbelakangi adanya kebutuhan di masa mendatang yang mengharuskan PKBM SALAM untuk menjalin komunikasi dengan lembaga lain, selain sebagai upaya untuk membantu masyarakat khususnya orang tua siswa yang akan memerlukan kelengkapan administrasi.
Kebijakan Pembentukan KB, TA, Paket A, dan Paket B
Kebijakan ini dimulai pada tahun 2004 dengan membentuk Kelompok Bermain (KB). Pembentukan KB dilatarbelakangi oleh rendahnya kesadaran orang tua di sekitar PKBM SALAM dan kurangnya perhatian mereka terhadap pendidikan anak usia dini, dimana banyak anak-anak bermain tanpa terfasilitasi. Selain juga dikarenakan minimnya jumlah dan mahalnya biaya pendidikan KB di lingkungan sekitar PKBM. Taman Anak (TA) selanjutnya dibentuk pada tahun 2006 berdasarkan permintaan orang tua, paket A tahun 2008, dan paket B tahun 2012.
Kebijakan Pendanaan
PKBM SALAM merupakan lembaga pendidikan alternatif nirlaba yang membiayai kebutuhan penyelenggaraan pendidikannya secara mandiri. Sumber utama pendanaan berasal dari orang tua siswa, dan sebagai tambahan PKBM SALAM menjalankan beberapa usaha  serta melalui beberapa kegiatan, seperti pasar murah. Peminjaman dana juga sempat beberapa kali dilakukan untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikannya, seperti membangun gedung, pengadaan fasilitas, modal usaha, dan lain sebagainya. PKBM SALAM juga menerapkan kebijakan untuk memisahkan pengelolaan pendanaan antara perkumpulan dan PKBM dengan tujuan untuk mengoptimalkan pengelolaan dana.
Kebijakan Kerjasama
Kerjasama sering kali dilakukan oleh PKBM SALAM dengan beberapa pihak, baik pada tingkat regional, nasional, maupun internasional. Kerjasama yang dilakukan berdasarkan pada kebutuhan dan aspek-aspek yang menjadi konsentrasi kegiatan pendidikannya, seperti pangan, kesehatan, lingkungan dan sosial budaya.
Pembahasan
PKBM SALAM sebagai penyelenggara pendidikan alternatif yang hadir untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tentu banyak mengalami dinamika sesuai dengan kedinamisan masyarakatnya. Perubahan yang dapat diamati dengan mudah adalah perkembangan pada jenis kegiatan pendidikannya yang hanya bermula dari pendampingan belajar hingga dibentuk KB, TA, Paket A (SD), dan Paket B (SMP). Perkembangan lain juga dapat dilihat melalui bangunan, sarana prasarana, jumlah pengguna, maupun jaringan yang berhasil dibangun PKBM SALAM.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa awal mula pengembangan kegiatan PKBM SALAM ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan yang dialami masyarakat di salah satu dusun di Kabupaten Bantul, D.I Yogayakrarta dan selanjutnya berkembang sesuai kebutuhan. Hal tersebut menunjukkan fleksibilitas PKBM SALAM yang selalu memungkinkan untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi masyarakatnya.
Kebutuhan akan perubahan tersebut menjadi tuntutan tersendiri bagi PKBM SALAM agar dapat memperkuat keberadaanya terutama dalam menghadapi era perubahan yang sangat cepat seperti sekarang ini. Perubahan tersebut juga dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang menjadi hambatan dalam penyelenggaraan pendidikannya. Senada dengan penjelasan Sihombing (1999) bahwa terdapat beberapa kondisi yang menuntut sebuah lembaga khususnya lembaga pendidikan masyarakat untuk melakukan perubahan dalam rangka meningkatkan kualitas dan memperkuat keberadaanya. Beberapa kondisi tersebut diantaranya: bahwa tingginya kompetisi, meningkatkan permintaan, keadaan lapangan kerja atau pasar, kontrol lingkungan yang semakin ketat, dan perubahan teknologi.
Sementara itu penyelenggaraan PKBM SALAM selama ini memang belum optimal dalam mengupayakan tercapainya tujuan. Namun secara umum penyelenggaraannya sudah berjalan dengan baik, bahkan beberapa hal mengalami perkembangan yang melebihi perkiraan meskipun dilakukan dengan berbagai keterbatasan sumber daya, dan kerap mengalami berbagai permasalahan. Namun PKBM SALAM terbukti mampu memperkuat keberadaanya dan terus mengalami perkembangan. Hal tersebut menunjukkan keberhasilan PKBM SALAM dalam menyelenggarakan pendidikan meskipun masih banyak hal yang perlu dioptimalkan khususnya perihal pengelolaan.
Keberhasilan penyelenggaraan PKBM SALAM tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Umberto Sihombing (2001: 53-64) dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, adanya kebutuhan masyarakat akan pendidikan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan mereka dimana hal tersebut menjadi dasar pengembangan setiap kegiatan di PKBM SALAM. Kedua, kesediaan mendengar suara masyarakat yang dilakukan PKBM SALAM dengan membangun komunikasi yang baik dan melibatkan masyarakat pada penyelenggaraan pendidikannya, termasuk melakukan perencanaan kegiatan melalui forum diskusi.
Ketiga, fleksibilitas kegiatan di PKBM SALAM yang selalu memungkinkan untuk disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Keempat, keanekaragaman kegiatan di PKBM SALAM yang memberikan peluang bagi penggunanya untuk memilih kegiatan. Kelima, kegiatan PKBM SALAM juga mengedepankan kebermaknaan melalui model pembelajarannya yang terintegrasi langsung pada kehidupan sehari-hari. Keenam, kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat sekitar melalui tema-tema tertentu. Ketujuh, kegiatan belajar yang dikelola oleh masyarakat yang diwujudkan PKBM SALAM dengan melibatkan mereka secara langsung dari perencanaan hingga evaluasi. Kedelapan, arah yang jelas dari setiap kegiatan di PKBM SALAM yang dapat langsung diterapkan pada kehidupan masyarakat.
Hambatan Penyelenggaraan Pendidikan di PKBM SALAM
PKBM SALAM sebagai penyelenggara pendidikan alternatif berbasis masyarakat yang terbukti mampu mempertahankan keberadaannya, tentu sering kali menghadapi berbagai permasalahan yang dapat menghambat penyelenggaraan pendidikannya. Sebagaimana dijelaskan oleh Umberto Sihombing (1999: 42-47) bahwa pendidikan masyarakat memang kerap menghadapi hambatan dalam menyelenggarakan program pendidikannya. Hambatan-hambatan tersebut berasal dari lingkungan internal maupun eksternal PKBM SALAM. Meskipun demikian, diakui mereka bahwa hambatan tersebut tidak sepenuhnya dianggap sebagai sesuatu yang menghambat melainkan sebagai suatu tantangan yang memotivasi mereka dalam mengupayakan pencapaian tujuan. Adapun hambatan-hambatan tersebut, diantaranya:
Hambatan Internal
Kurikulum

PKBM SALAM dalam penyelenggaraan pendidikannya mengembangkan kurikulum sendiri. Pengembangan kurikulum tersebut disesuaikan dengan tujuan pendidikan PKBM SALAM untuk memberikan bekal di masa mendatang bagi sistem berpikir dan sikap anak agar dapat memahami realitas di sekitarnya yang dapat berguna bagi kehidupannya kelak. Kurikulum tersebut dikembangkan berdasarkan tema-tema tertentu dimana pembelajaran dilakukan melalui metode research sederhana yang terintegrasi langsung pada kehidupan sehari-hari.
Pengembangan kurikulum PKBM SALAM juga disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat. Hal tersebut tentu memberikan konsekuensi bahwa cakupan maupun jenis kegiatan yang dilakukan beragam, bersifat fleksibel sehingga memungkinkan dilakukan pengembangan, yang sudah tentu menjadi tantangan sendiri bagi PKBM SALAM karena tidak mudah untuk dilakukan. Sebagaimana dijelaskan Sihombing (2001) bahwa kegiatan pendidikan luar sekolah merupakan kegiatan yang sangat luas, plural dan heterogen yang kerap menimbulkan kesulitan.

Sumber Daya Manusia
Penerapan kurikulum yang terkadang tidak mudah untuk diterapkan pada aktivitas sehari-hari melalui cara yang menarik dan mudah dipahami siswa. Cara penyampaian tema pembelajaran yang berbeda pada masing-masing siswa di setiap jenjang pendidikan, baik KB, TA, Paket A dan Paket B, menjadi tantangan tersendiri bagi fasilitator dalam mendampingi aktivitas belajar mereka.
Model pendidikan di PKBM SALAM yang berbeda dengan pendidikan pada umumnya menuntut kemampuan fasilitator untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut tentu tidak mudah untuk dilakukan mengingat keberagaman latar belakang baik profesi, pendidikan, sosial budaya masing-masing fasilitator. Selain itu mereka juga merupakan hasil keluaran (output) sistem pendidikan formal sehingga kecenderungan untuk memberitahu atau mendikte siswa ketika belajar cukup besar, sementara tugas fasilitator di PKBM SALAM adalah pendamping dan mitra belajar siswa.
Sihombing (1999) menyebut salah satu hambatan pelaksanaan PKBM adalah terkait jumlah dan kualitas tenaga pendidik yang belum memadai. Ketersediaan jumlah tenaga pendidik dan kualifikasi kompetensi yang dimilikinya memang sudah menjadi permasalahan yang sejak dulu dialami oleh sistem pendidikan luar sekolah berbasis masyarakat. Sebagaimana dijelaskan oleh Sihombing (2001) bahwa dalam pelaksanakan kegiatannya, pendidikan luar sekolah memang menggunakan tenaga tutor yang berbasis sukarelawan. Perekrutan fasilitator di PKBM SALAM yang berbentuk nir laba memang tidak menggunakan sistem kontrak melainkan secara sukarela, sehingga sering terjadi pergantian fasilitator, dan menyebabkan jumlah fasilitator tetap di PKBM SALAM sangat terbatas.
Pendanaan
PKBM SALAM sebagai pendidikan alternatif nirlaba, tentu mengalami keterbatasan dalam pendanaan yang terkadang menghambat penyelenggaraan pendidikannya. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Sihombing (2000) bahwa anggaran memang menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan program PKBM, selain keterbatasan sarana prasarana. Hal tersebut juga dijelaskan oleh Jalal & Supriadi (2001) bahwa terbatasnya anggaran, dan berbagai sarana penunjang memang menjadi salah satu hambatan yang dihadapi pendidikan berbasis masyarakat.
Sumber utama pendanaan PKBM SALAM yang berasal dari orang tua siswa belum mampu mencukupi seluruh kebutuhan operasional pembelajaran. Terlebih beberapa diantaranya juga kerap terlambat membayar uang SPP. Selain itu PKBM SALAM juga belum mendapatkan bantuan dana dari pemerintah hingga saat ini meskipun telah mengupayakannya. Hal tersebut diisebabkan oleh ketidakjelasan informasi terkait dari pemerintah daerah.
Siswa
Keberagaman latar belakang dan kondisi siswa di PKBM SALAM menjadi tantangan tersendiri bagi fasilitator. PKBM SALAM memberikan penanganan berbeda pada masing-masing siswanya sesuai dengan keberagaman yang dimilikinya sebagai bentuk apresiasi dan upaya untuk mengembangkan potensi siswa secara optimal. Oleh karenanya di setiap kelas terdiri dari beberapa fasilitator. Hal tersebut tentu menuntut fasilitator untuk memiliki kemampuan dan kepekaan di dalam dirinya agar dapat memberikan pendampingan belajar sesuai dengan kondisi masing-masing siswanya. Sebagaimana dijelaskan oleh Sihombing (2001) bahwa kepekaaan diperlukan dalam mengerti keinginan yang menjadi kebutuhan warga belajar yang heterogen dan plural baik dari segi latar belakang sosial, ekonomi, kemampuan dasar dan minat belajar mereka.
Keberagaman tersebut juga memberikan konsekuensi pada kebutuhan belajar masing-masing siswa. Hal tersebut terkadang juga menjadi hambatan dalam penyelenggaraan pendidikan di PKBM SALAM khususnya dalam mengupayakan pemenuhan kebutuhan belajar mereka mengingat terbatasnya jumlah sumber daya dan pendanaan. Kebutuhan belajar yang beragam tersebut juga dikemukakan oleh Sihombing (2001) sebagai salah satu hambatan pelaksanaan program PKBM. Namun Ia menjelaskan bahwa kebutuhan belajar yang beragam tersebut berdampak pada animo masyarakat untuk mengikuti program belajar mengingat sistem perencanaan yang digunakan adalah sistem top-down.
Pengelolaan PKBM
Pengelolaan PKBM SALAM yang berawal dari kegiatan rumahan sering kali menghadapi hambatan dalam pengelolaan. PKBM SALAM sebagai pendidikan alternatif berbasis komunitas, pengelolaannya yang berdasarkan asas kekeluargaan belum dilakukan secara optimal, baik pengelolaan sumber daya, kegiatan, hingga keuangan. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Suryadi & Tilaar (1993) bahwa salah satu hambatan dalam pengembangan lembaga swasta adalah lemahnya kualitas manajemennya. Dalam hal ini PKBM sebagai lembaga swasta juga mengalami masalah tersebut.
Sihombing (2001) juga mengungkapkan salah satu permasalahan terkait keberadaan PKBM adalah perihal sistem informasi manajemen pendidikan luar sekolah sangat lemah. Informasi dan data PKBM SALAM masih banyak yang belum diolah bahkan banyak yang sudah hilang akibat bencana gempa yang melanda Yogyakarta pada tahun 2006.
Eksternal
Lemahnya Sikap dan Dukungan Pemerintah

Sihombing (2001) menyebutkan salah satu masalah yang kerap dialami pendidikan luar sekolah yaitu dukungan pemerintah yang sangat rendah. Hal tersebut juga dialami oleh PKBM SALAM yang hingga saat ini belum mendapatkan bantuan dana dari pemerintah. Perhatian pemerintah juga masih dirasa kurang mengingat banyak informasi yang tidak jelas bahkan tidak diperoleh pihak PKBM SALAM, misalnya terkait dengan informasi bantuan dana. Kejelasan informasi tersebut juga diakui pihak PKBM SALAM tidak diperoleh meskipun sudah dilakukan konfirmasi.
Suryadi & Tilaar (1993) menambahkan kendala lain dalam pengembangan lembaga swasta adalah minimnya pembinaan dari pemerintah. PKBM SALAM sebagai pendidikan alternatif yang bukan milik pemerintah (swasta) juga mengalami hal serupa ketika mengurus perijinan legalitas di Dinas Pendidikan Formal Kabupaten Bantul. Pengurusan yang telah diajukan sejak tahun 2008 tidak mendapat kejelasan informasi hingga satu tahun, dan setelah dikonfirmasi baru diketahui ada beberapa persyaratan yang belum dipenuhi. Pemerintah daerah sebelumnya belum pernah melakukan pembinaan dan pemberitahuan terkait persyaratan yang dimaksud sehingga pihak PKBM SALAM tidak mengetahuinya.

Lemahnya Sikap dan Dukungan Orang Tua / Masyarakat
Jalal & Supriadi (2001) mengemukakan bahwa sikap masyarakat merupakan salah satu hambatan pelaksanaan program pembelajaran masyarakat. Sikap masyarakat yang dihadapi PKBM SALAM menyangkut keraguan orang tua siswa terhadap pengakuan legalitas dan kualitasnya sebagai salah satu bentuk dari sistem pendidikan luar sekolah yang hanya diakui setara pendidikan formal (sekolah) oleh pemerintah. Hal tersebut sering kali menyebabkan beberapa dari mereka memindahkan anaknya dari PKBM SALAM ke sekolah formal. Tantangan lainnya dari orang tua adalah perihal kontinuitas dan konsistensi pembelajaran yang sering kali tidak dilanjutkan di rumah.
PKBM SALAM yang terletak persis di sekitar pemukiman masyarakat, terkadang juga mengalami gesekan horizontal. Mengingat seringnya terjadi interaksi diantara keduanya, dan beragamnya saling silang kepentingan masing-masing pihak. Hal itu merupakan permasalahan yang hingga saat ini masih harus dihadapi sebagai hambatan sekaligus tantangan oleh PKBM SALAM dalam menyelenggarakan pendidikannya. Meskipun demikian hambatan-hambatan tersebut tidak sepenuhnya menghambat karena PKBM SALAM terbukti mampu menyelenggarakan kegiatan pendidikannya hingga saat ini.


Strategi Kebijakan Penguatan PKBM SALAM
Kebijakan legalisasi PKBM SALAM

Kebijakan legalisasi dirumuskan mengingat akan kebutuhan di masa mendatang yang mengharuskan PKBM SALAM untuk menjalin komunikasi dengan lembaga lain. Selain itu dirumuskannya kebijakan ini juga merupakan upaya untuk membantu masyarakat khususnya orang tua siswa yang akan memerlukan kelengkapan administrasi di masa mendatang. Kebijakan ini dirumuskan melalui sebuah forum diskusi yang diikuti oleh pengurus dan orang tua siswa.
Perumusan kebijakan tersebut bermula ketika ada kegiatan yang sedang berlangsung di SALAM dimana pesertanya terdiri kepala dinas pendidikan dari beberapa daerah di D.I Yogyakarta. Kegiatan tersebut juga membahas perihal SALAM hingga akhirnya disarankan oleh beberapa kepala dinas tersebut untuk segera mengurus perijinan SALAM ke Dinas Pendidikan Formal. Berdasarkan perbincangan tersebut, pihak SALAM mendiskusikannya melalui forum pertemuan yang juga dihadiri oleh orang tua siswa. Visi misi SALAM dijadikan sebagai dasar acuan untuk melakukan diskusi hingga akhirnya diputuskan untuk mengajukan perijinan ke Dinas Pendidikan Formal Kabupaten Bantul pada tahun 2009.
Namun setelah satu tahun pengajuan, pihak SALAM tidak mendapat kejelasan informasi dari dinas yang bersangkutan. Setelah dilakukan konfirmasi diketahui bahwa ada beberapa persyaratan yang tidak terpenuhi, seperti kualifikasi guru, ketersediaan dana, dan ruangan. Kemudian pihak SALAM kembali mengadakan pertemuan forum dengan orang tua untuk mendiskusikan perihal tersebut hingga akhirnya diputuskan untuk mengajukan perijinan kembali ke Dinas Pendidikan Menengah dan Nonformal Kabupaten Bantul. Proses tersebut berlangsung sekitar tiga bulan hingga akhirnya dikeluarkan surat ijin operasional PKBM. Sebelumnya KB SALAM sudah memiliki ijin operasional sejak tahun 2006, namun setelah itu surat ijin operasional PKBM yang berlaku karena telah merangkum semua jenjang pendidikan SALAM.
Kebijakan Pembentukan KB, TA, Paket A Setara SD dan PAket B Setara SMP
PKBM SALAM yang memulai kegiatan pendidikannya dengan pendampingan remaja, kemudian mengalami perkembangan dengan membentuk KB, TA, Paket A setara SD hingga Paket B setara SMP. Kebijakan pembentukan beberapa jenjang pendidikan tersebut dikarenakan adanya kebutuhan dan kondisi tertentu dari masyarakat. Pembentukan KB dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan ruang yang memfasilitasi anak-anak usia dini di lingkungan sekitar PKBM SALAM untuk bermain sambil belajar dan orang tua mereka dengan kegiatan yang lebih bermanfaat. Jumlah lembaga pendidikan tersebut pada saat itu juga belum begitu banyak dan biayanya relatif mahal. Oleh karenanya penggagas bersama beberapa rekannya mendiskusikan perihal tersebut bersama masyarakat sekitar khususnya para orang tua yang memiliki anak usia dini. Setelah melakukan musyawarah dan mendapat dukungan dari para orang tua, kegiatan KB dimulai pada tahun 2004 di rumah penggagas dan didampingi olehnya bersama beberapa relawan.
Pembentukan TA pada tahun 2006 juga dilatarbelakangi adanya kebutuhan anak-anak lulusan KB dan permintaan orang tua untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya di PKBM SALAM. Begitu juga dengan Paket A (SD) yang dimulai pada tahun 2008, serta Paket B (SMP) pada tahun 2012. Kebutuhan tersebut terkait kebutuhan akan model pendidikan yang sesuai dengan kondisi.
Kebijakan tersebut juga diputuskan melalui sebuah forum diskusi dengan melibatkan berbagai pihak, baik pihak PKBM, orang tua, masyarakat sekitar hingga para ahli. Proses perumusan kebijakan tersebut khususnya ketika akan membentuk jenjang Paket A (SD), memakan waktu yang cukup lama dan melalui diskusi yang dilakukan berkali-kali hingga akhirnya diperoleh kesepakatan dan dukungan dari peserta diskusi. Hal tersebut menunjukkan keseriusan PKBM SALAM dalam menyelenggarakan kegiatannya yang dilakukan melalui pertimbangan yang matang dengan memperhatikan beberapa hal, sebagaimana dijelaskan oleh (Kamil, 2011), diantaranya: kondisi warga belajar, kondisi sumber belajar, daya dukung masyarakat. Namun terdapat faktor yang tidak disebutkan oleh Mustofa Kamil yang menjadi pertimbangan PKBM SALAM dalam mengembangkan programnya yaitu adanya kebutuhan, peluang serta kemampuan penyelenggara.
Kebijakan Pendanaan
PKBM SALAM merupakan pendidikan alternatif nirlaba yang membiayai sendiri kebutuhannya. Selama ini PKBM SALAM juga belum mendapatkan bantuan dana dari pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan. Sumber pendanaannya PKBM SALAM berasal dari orang tua siswa, sumbangan kerabat dan berbagai usaha yang dijalankan PKBM SALAM. Hal tersebut menunjukkan kemandirian PKBM SALAM dalam menyelenggarakan pendidikannya, sebagaimana dijelaskan oleh Sihombing, (2000) bahwa untuk memperkuat PKBM melalui pengembangan program dapat mengacu pada salah satu strategi kebijakan yaitu PKBM harus bertumpu pada masyarakat sehingga tidak bergantung pada anggaran pemerintah.
PKBM SALAM juga pernah memutuskan kebijakan untuk melakukan peminjaman dana. Hal tersebut dilatarbelakangi adanya kebutuhan akan sarana dan prasarana penunjang belajar siswa, seperti ruang kelas, meja dan kursi. Sementara dana yang berasal dari orang tua belum mampu membiayai kebutuhan tersebut. Peminjaman dana dilakukan PKBM SALAM pada beberapa pihak baik perorangan, lembaga, maupun bank. Proses perumusan kebijakan tersebut juga dilakukan melalui forum diskusi yang diikuti oleh pengurus perkumpulan, pengurus PKBM, dan fasilitator yang hasilnya langsung disosialisasikan kepada orang tua siswa.
Kebijakan Kerjasama
PKBM SALAM juga menjalin kerjasama dengan beberapa pihak dalam menyelenggarakan pendidikannya. Pihak-pihak tersebut adalah pihak yang memiliki tujuan selaras dengan tujuan PKBM SALAM, baik pendidikan dasar dan pemberdayaan masyarakat, kesehatan, lingkungan maupun pangan sehat. Hal tersebut menunjukkan kesungguhan dan keterbukaan PKBM SALAM dalam menyelenggarakan pendidikannya mengingat akan kebutuhan untuk menjalin kerjasama merupakan hal yang sangat penting. Hal tersebut dijelaskan oleh Sihombing (1999) bahwa membangun kerjasama dengan organisasi profesi lainnya merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan dalam menentukan strategi untuk memperkuat PKBM. Kerjasama dilakukan PKBM SALAM untuk beberapa hal seperti: memperoleh bantuan sumber daya manusia, materi, atau dalam bentuk kegiatan lain.
Kebijakan kerjasama juga dirumuskan melalui forum diskusi yang akan membahas perihal bentuk kerjasama yang ditawarkan. Visi dan misi dijadikan PKBM SALAM sebagai dasar untuk menyetujui suatu tawaran kerjasama, apabila dinilai tidak sesuai maka tawaran tersebut tidak akan diterima. PKBM SALAM memang cukup selektif dalam melakukan kerjasama. Hal tersebut dilakukan demi menjaga konsistensi penyelenggaraan pendidikannya. PKBM SALAM juga bersikap tegas terhadap pihak yang ingin melakukan kerjasama, dengan mewajibkan mereka untuk mengikuti peraturan yang diberlakukan mereka, dengan demikian konsistensi penyelenggaraan dapat terus diperkuat.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PKBM SALAM sebagai lembaga pendidikan alternatif nirlaba dengan berbagai dinamikanya terbukti mampu menyelenggarakan pendidikan bahkan mengalami perkembangan. Keberadaan PKBM SALAM di lingkungannya memang menjadi gerakan baru yang mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh lapisan masyarakat khususnya yang kurang mampu untuk mengakses pendidikan, meskipun belum optimal dalam mengupayakan pencapaian tujuan.
Keberhasilan PKBM SALAM dalam menyelenggarakan pendidikannya selama ini tidak luput dari berbagai permasalahan yang menjadi hambatan sekaligus tantangan dalam mempertahankan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan luar sekolah penyelenggara pendidikan alternatif.  Hambatan tersebut berasal dari lingkungan internal PKBM sendiri yaitu kurikulum, sumber daya manusia, pendanaan, siswa, dan pengelolaan lembaga. Selain itu juga berasal dari lingkungan eksternal yaitu berkaitan dengan sikap dan lemahnya dukungan baik orang tua, masyarakat serta pemerintah terhadap pendidikan luar sekolah.
Oleh karenanya PKBM SALAM menerapkan berbagai strategi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Strategi tersebut dilakukan dengan mengoptimalkan segala sumber daya yang dimilikinya. Beberapa strategi tersebut, diantaranya mengembangkan kegiatan berdasarkan kebutuhan dan kondisi masyarakat, membangun hubungan kekeluargaan, berasaskan demokrasi dengan membangun partisipasi dan menjunjung kesataraan, mengupayakan peningkatan kualitas melalui forum, kreatif mendayagunakan sumber daya, berasaskan keterbukaan, dan konsisten terhadap visi misi.
Selain strategi-strategi tersebut, PKBM SALAM juga menggunakan kebijakan sebagai strategi untuk memperkuat eksistensinya, diantaranya kebijakan legalisasi, pembentukan program berdasarkan kebutuhan, kemandirian pendanaan, dan kerjasama.

Keberhasilan PKBM SALAM mempertahankan eksistensinya hingga saat ini dapat menjadi contoh bagi penyelenggara pendidikan alternatif nirlaba lain dalam menerapkan strategi khususnya strategi kebijakan.

SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengajukan beberapa saran. Beberapa saran tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan sebagai rekomendasi kebijakan untuk memperkuat keberadaan PKBM SALAM sebagai lembaga pendidikan luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan alternatif, diantaranya:

Bagi PKBM SALAM:
Menambah jumlah sumber daya manusia di PKBM SALAM untuk mengoptimalkan pengelolaan;
Mengadakan pelatihan pengelolaan bagi pengurus PKBM SALAM baik pengelolaan pendanaan maupun pengelolaan kegiatan;
Memperluas hubungan kemitraan sebagai bentuk fundraising dan networking pada penyelenggaraan pendidikan di PKBM SALAM.

Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul:
Memberikan bentuan baik materi maupun non materi pada penyelenggaraan pendidikan di PKBM SALAM;
Mengadakan program pembinaan dan pelatihan bagi lembaga pendidikan luar sekolah, khususnya PKBM SALAM dalam menyelenggarakan pendidikan;
Melakukan sosialisasi informasi yang dibutuhkan lembaga pendidikan luar sekolah khususnya PKBM SALAM dalam menyelenggarakan pendidikan.

___***___








Tidak ada komentar:

Posting Komentar