Selamat membaca !
"Semoga bermanfaat, anda boleh mengutip sebagian artikel di blog ini, dengan syarat wajib mencantumkan akun ini dan penulisnya sebagai sumber rujukan, terima kasih.."
Rabu, 11 Juni 2014
Opini : Memenangkan Cita-Cita Kemerdekaan Nasional
Secara resmi KPU sudah menetapkan nomor urut dua pasang calon presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang siap bertarung merebut simpati rakyat dalam momentum puncak tahun politik 2014, yakni Pilpres pada 9 Juli mendatang.
Dua pasangan itu adalah Prabowo Subianto – Hatta Rajasa di nomor urut 1 dan Joko Widodo – Jusuf Kalla di nomor urut 2. Keempat orang itu merupakan tokoh politik nasional yang sudah sangat dikenal track record nya selama ini. Uniknya, kedua pasangan ini merupakan representasi kekuatan politik oposisi yang berbaur dengan unsur kekuatan politik petahana. Semisal, Jokowi dari PDI-P berpasangan dengan mantan wakil Presiden, Jusuf Kallan, yang juga mantan ketua umum partai Golkar dan wapres periode 2004-2009. Sementara Prabowo dari Gerindra berpasangan dengan Hatta Rajasa yang menjabat menteri di dua periode kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Duel Nasionalis
Terlepas dari itu semua, tahun ini memang telah menjadi momentum kemenangan bagi kekuatan politik baru yang punya kecenderungan membangkitkan kembali semangat ideologi nasionalisme ala Bung Karno. Hasil Pileg bulan Juli kemarin menunjukkannya dengan perolehan suara yang diraih oleh PDI Perjuangan di posisi pertama dengan jumlah 18,95 %, Gerindra di posisi ketiga dengan jumlah 11, 81 %, sementara pendatang baru Nasdem bertengger di posisi 8 dengan jumlah 6,72 %. Ketiga partai politik ini cukup getol menyatakan diri sebagai oposisi dan menghidupkan kembali nuansa politik ideologis yang kental dengan jargon dan retorika nasionalisme, semisal semangat restorasi bangsa, trisakti, kebangkitan bangsa, dan sebagainya. Sementara partai-partai politik lainnya cenderung selalu mengambil langkah moderat demi menjaga eksistensinya di dalam pemerintahan.
Persoalannya memang, selama lebih satu dasawarsa terakhir, bangsa kita menghadapi situasi pelik yang kian menjauhi cita-cita kemerdekaan. Alih-alih memenangkan demokrasi politik, reformasi malah melahirkan gegar kebebasan politik yang membuat para elit sibuk berebut kursi kekuasaan demi mengamankan posisi kelompok masing-masing. Situasi ini telah begitu melemahkan bangsa kita hingga cengkraman penjajahan asing gaya baru yang kerap disebut neoliberalisme semakin kokoh meluas.
Kemudian, soal sumber daya alam kita yang begitu kaya telah dikuasai oleh berbagai perusahan raksasa asing. Juga betapa kuasanya produk impor yang membuat kita ketergantungan. Betapa besarnya pula lonjakan kenaikan utang luar negeri yang harus kita tanggung sekarang. Ditambah banyaknya regulasi dan Undang-Undang yang diterbitkan untuk memuluskan semuanya. Karenanya, tak salah jika banyak pihak berpendapat bahwa bangsa ini belum mencapai kemerdekaan yang seutuhnya.
Indonesia Menang
Jika kita merujuk pada dokumen resmi Visi Misi dan Program kedua capres yang dipublikasikan oleh KPU RI, sejatinya visi-misi kedua capres bernuansa selaras dengan mengusung tema kemandirian nasional. Tampaknya mereka cukup memiliki kesadaran yang sefaham tentang persoalan pokok yang paling mendesak untuk diatasi bangsa ini, yakni praktik neoliberalisme dan penegakkan konsep clean and good government.
Namun, agak disayangkan ketika secara programatik kedua kekuatan capres nasionalis ini relatif sama, amunisi yang digunakan untuk bertarung justru masalah-masalah personal dan rekam jejak. Akibatnya, rakyat bukan disuguhi gambaran konkret mengenai aplikasi program kemandirian nasionalnya itu, malah hidangan isu-isu kampanye negatif sampai hitamyang muncul berjejalan. Tentu situasi ini sangat kontra-produktif bagi semangat kemandirian bangsa itu sendiri.
Kemerdekaan nasional seharusnya menjadi jalan bagi kita untuk membangun bangsa yang berdaulat di bidang politik, berdikari di lapangan ekonomi, dan berkepribadian secara budaya. Itu pula yang akan menjadi landasan bangsa Indonesia untuk mewujudkan cita-cita nasionalnya: masyarakat adil dan makmur. Penting bagi kita semua, seluruh kalangan rakyat Indonesia, baik yang sudah menentukan pilihan mau pun tidak, agar memahami betul esensi momentum Pilpres ini sebagai penentu arah masa depan Bangsa.
Kemenangan parpol nasionalis ini harus dikerucutkan menjadi kemenangan sejati Bangsa Indonesia, siapa pun yang terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presidennya. Jika tidak, momentum pemilu ini hanya akan kembali berlangsung hampa sekadar sebagai prosedur suksesi kepemimpinan yang tidak sungguh-sungguh membawa perubahan. Hanya dengan mengusung kampanye positif yang kental nuansa programatik dan ideologis, seraya menempatkan semangat persatuan nasional sebagai batas perdebatan-lah, kelak kedua pihak ini bisa didorong untuk saling menopang pemerintahan Indonesia yang baru.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar