Selamat membaca !

"Semoga bermanfaat, anda boleh mengutip sebagian artikel di blog ini, dengan syarat wajib mencantumkan akun ini dan penulisnya sebagai sumber rujukan, terima kasih.."

Selasa, 07 April 2015

Opini : Saatnya Membangun Kota Siaga Bencana


Oleh : Saddam Cahyo*

BANDAR LAMPUNG sebagai ibu kota provinsi Lampung memang tak bisa mengelak dari perkembangan yang kian pesat setiap harinya. Konsekuensi logisnya ialah semakin kompleks pula masalah yang harus dihadapi dan dialami. Apalagi, kota seluas 197,22 km2 ini berdasarkan sensus tahun 2010 saja populasi penduduknya 879.651 jiwa dengan kepadatan sekitar 8.142 jiwa/km2. Ini masih ditambah proyeksi pertumbuhan yang akan mencapai 1,8 juta jiwa tahun 2030 mendatang.
Salah satu problem yang kerap jadi ironi di balik kemajuan sebuah kota adalah kesiagaan dalam menghadapi bencana. Malah bagi kota ini pontensi bencana memang inheren terkandung di dalamnya. Secara geografis, wilayah yang dianugerahi daratan yang berbukit-bukit dan melandai ke pesisir pantai ini membuahkan risiko datangnya bencana alam baik berupa gempa bumi, longsor, hingga tsunami.
Intaian bencana lain yang lebih bernuansa khas perkotaan semisal banjir dan kebakaran. Dua peristiwa ini bahkan seolah sudah menjadi rutinitas memilukan yang menimpa sebagian warga kota di sepanjang tahunnya. Setiap masuk musim hujan, di beberapa titik wilayah hampir selalu dipastikan akan tergenang luapan air bah yang tak berhasil menemukan salurannya.
Soal kebakaran belakangan tampak kian mengkhawatirkan, dalam waktu kurang dari sepekan terjadi tiga kebakaran besar. Minggu sore (29/3) kebakaran hebat melanda pabrik kasur busa di kelurahan Kedamaian, Senin (30/3) malamnya amukan api melahab habis sedikitnya tujuh bangunan ruko di kompleks Pasar Tengah, dan Rabu (1/4) siang si jago merah juga menghanguskan sekitar enam rumah di kecamatan Enggal.
Belum lagi jika menengok catatan sudah berapa kali musibah kebakaran terjadi di kota ini dalam waktu setahun terakhir saja. Penyebabnya beragam di setiap kasus, umumnya lantaran kecerobohan meninggalkan kompor yang menyala atau korsleting listrik arus pendek. Satu hal yang paling jelas hanyalah kerugian yang ditimbulkan baik berupa materiel atau moril sangatlah besar.
Bangun Kota Siaga
Patut disyukuri juga meski dalam keadaan yang belum ideal, satgas pemadam kebakaran di Kota Bandar Lampung bekerja cukup sigap dan maksimal sebagaimana slogan “pantang pulang sebelum padam”. Pihak wali kota pun terbilang cukup responsif dengan hampir selalu mendatangi langsung lokasi bencana dan memastikan diterimanya bantuan dana rehabilitasi hingga puluhan juta rupiah kepada setiap korban.
Sayangnya, tindakan karikatif begini tidaklah mencukupi syarat bagi terbangunnya kota modern yang memberi jaminan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan yang optimal bagi masyarakatnya. Bandar Lampung harus berkaca dan segera berbenah diri. Kita harus berhenti membiasakan diri lengah tak acuh dan hanya bertindak jika bencana sudah terjadi tanpa serius mengupayakan pencegahan.
Mudah diamati, betapa tata ruang kota ini semakin tak teratur. Pembangunan permukiman warga kian padat sesak dan tanpa drainase yang baik. Bangunan usaha besar seperti pusat perbelanjaan, hotel, dan sebagainya pun kian seenaknya menyerobot lahan hijau dan memonopoli sumber air. Bahkan, daerah aliran sungai kota makin menyempit dan titik-titik resapan air kian menghilang.
Tak heran jika musim hujan air datang berlimpah, banjir merendam ribuan rumah, dan jika satu rumah tersulut kebakaran, merembet habis di lingkungan sekitarnya. Hal ini tak berarti dari kesalahan bersumber satu pihak semisal pemerintahnya, tapi juga karena ketidakpedulian warga kota dengan jutaan dalih. Padahal, umum diketahui hasil pemetaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) bahwa 12 dari 20 kecamatan di kota ini masuk zona merah.
Pemkot seharusnya turut mengutamakan problem ini karena jaminan keselamatan warga juga menjadi ukuran keberhasilan pemimpinnya. Sudah saatnya Kota Bandar Lampung membangun sistem manajemen bencana yang sebaik-baiknya, mulai dari dukungan anggaran yang mumpuni, penyusunan program yang detail, hingga pengawasan praktik pelaksanaannya di lapangan.
Selain jaminan fasilitas seperti memperbanyak saluran hidran yang berfungsi bukan sebagai pajangan, Pemkot wajib menggalakkan penyuluhan pada warga. Menjadikannya rutinitas yang menyentuh masyarakat di seluruh tingkatan, semisal di sekolah, kantor, pasar, hingga di RT/RW. Sebab, mengatasi bencana tak cukup hanya dengan mengandalkan satu pihak. Kesadaran kolektif warga harus dibangkitkan agar dampak bencana lebih terminimalisasi.
Akan lebih indah jika kota ini sukses membangun kampung-kampung siaga bencana di setiap level lingkungan pemukiman sedini mungkin. Kita bisa mengadaptasinya dari beberapa contoh nyata kampung siaga di Kota Yogyakarta yang marak dibentuk pascatragedi letusan gunung Merapi dan gempa beberapa tahun silam.
Tindakan seperti ini sangatlah penting demi membangun Bandar Lampung sebagai kota yang sesuai dengan segala visi, misi, dan semboyannya. Bencana memang tak datang setiap hari, siapa pula yang menghendaki itu, tapi bencana bisa datang setiap saat. Karena itu, tak ada alasan untuk terus menyepelekan.
--------------
Terbit di LAMPUNG POST, Selasa 7 April 2015.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar