Selamat membaca !

"Semoga bermanfaat, anda boleh mengutip sebagian artikel di blog ini, dengan syarat wajib mencantumkan akun ini dan penulisnya sebagai sumber rujukan, terima kasih.."

Sabtu, 18 Januari 2014

Opini : JKN dan Lepasnya Tanggung Jawab Negara




Oleh : Hidayaturrohman*

 Terhitung 1 Januari 2014 lalu, secara resmi Pemerintah RI menetapkan pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi seluruh rakyatnya. Program ini cukup menarik, karena merupakan transformasi dua lapis kebijakan, pertama dari program yang terpecah seperti jamkesmas, jamkesda, dan askes dilebur ke dalam JKN, kemudian lembaga penyelenggara yang sebelumnya juga terpecah yakni Pemerintah Pusat, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan PT Askes kini diamanatkan hanya pada BPJS Kesehatan. Menurut rencana, Pemerintah menargetkan program ini mampu men-cover hingga 140an juta jiwa dengan menggelontorkan anggaran hingga 35 triliun rupiah untuk menopang pelaksanaannya pada tahap awal ini.

Semangat Jaminan Sosial

Program JKN melalui BPJS Kesehatan sendiri merupakan buah kedua dari amanat UU SJSN dan UU BPJS selain BPJS Ketenagakerjaan yang akan berlaku pada Juli 2015 mendatang. Keduanya lahir didasari oleh semangat perlindungan Negara atas hajat hidup rakyatnya melalui pemberian serangkaian jaminan sosial. Terdapat tiga kategori fasilitas pelayanan kesehatan yang bisa dipilih oleh setiap peserta sesuai dengan kemampuannya membayar iuran, yakni rawat inap kelas 3 dengan premi per bulan sebesar Rp. 25.500, rawat inap kelas 2 dengan premi per bulan sebesar  Rp. 42.500, dan rawat inap kelas 1 dengan premi per bulan sebesar Rp. 59.500. 

Sosialisasi tentang pelaksanaan program ini memang terasa kurang optimal dilakukan, sehingga masih banyak masyarakat yang belum mengerti mekanismenya, mulai dari pendaftaran, pembayaran iuran, hingga pemanfaatannya. Dikabarkan bahwa sejumlah 116,1 juta jiwa akan secara otomatis terdaftar sebagai peserta JKN karena pengalihan berbagai program sebelumnya. Dari jumlah itu sekitar 97,4 juta jiwa merupakan golongan rakyat miskin yang iuran premi bulanan per orang ditanggung APBN sebesar Rp. 19.225,- dan masih harus membayar Rp. 6.275 untuk mendapatkan fasilitas rawat inap kelas 3 sesuai PP No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran/PBI (Lampost, 6/1). 

Namun sesungguhnya terdapat keganjilan dalam substansi kebijakan terbaru ini, disatu sisi wajah humanisme Pemerintah memang nampak begitu hangat merangkul masyarakat. Di sisi lain, kita seakan digiring untuk melupakan amanat dasar cita-cita kemerdekaan yang tertuang dalam UUD 1945 khususnya pasal 28H ayat 1 dan pasal 34. Pada dasarnya, Negara dibentuk dan pemerintah dipilih untuk menjamin kehidupan yang layak bagi rakyat agar bisa berkembang ke arah kemajuan. Bukan sebaliknya, yang terjadi justru Negara menjadi alat legitimasi agar seluruh rakyat mau melayani kehendak Pemerintah yang kerap tak bijaksana.

Tanggung Jawab Negara

Jika mau lebih jujur, nuansa program jaminan sosial di bawah naungan BPJS ini sangat kental diwarnai motif finance corporation dan semakin membenarkan tudingan miring tentang faham neoliberalisme yang terus dilekatkan pada kepemimpinan SBY – Boediono. Kewajiban negara untuk mengabdi dan melindungi kehidupan rakyat telah dipelintir sedemikian rupa hingga negara hanya beroperasi selayaknya perusahaan asuransi, pemerintah beserta jajaran adalah pimpinan dan pekerjanya, sementara rakyat berjumlah lebih dari 250 juta ini akan menjadi peserta potensial yang rutin membayar premi. Situs Bloomberg bahkan melansir bahwa BPJS Kesehatan Indonesia adalah program asuransi kesehatan dengan jumlah peserta terbesar di dunia (Kompas.com, 7/1).
 
Ciri neoliberalisme seperti privatisasi sektor publik, deregulasi kebijakan dari UUD sampai Perda, pencabutan subsidi, hingga mewabahnya logika mekanisme pasar secara berangsur tapi pasti memang terus digulirkan Pemerintah kita. Pelepasan tanggung jawab negara seperti ini sangatlah tidak populis dan justru semakin membebani kehidupan rakyat. Saat ini biaya pemenuhan segala kebutuhan hidup pokok sedang meroket tingi, sementara kesempatan kerja dan penghasilan malah makin mengecil, apalagi ditambah dengan kewajiban mambayar premi bulanan. 

apa mau dikata kalau ketidakbijakan sudah diketuk palu, negara kita memang sedang bangkrut. Kekayaan alam dari energi, mineral, dan migas yang kita punya sudah makin habis dikeruk perusahaan asing. Pertumbuhan industri nasional kembang kempis tergerus globalisasi, dan utang pun sudah menggunung melampaui 2000 triliun rupiah. APBN kita pun nyaris hanya mengandalkan topangan dari pajak yang juga dipungut dari rakyat sendiri. Sesungguhnya modus asuransi dalam jaminan sosial seperti ini tidaklah menjadi soal asalkan rakyat diberi jaminan perlindungan yang lebih substansial, yakni kesejahteraan. Sedikit harapan yang muncul ada di pemilu 2014 nanti, kita harus bekerja keras memilah dan memilih caleg maupun capres yang punya integritas untuk mensejahterakan kehidupan bangsa.
_____________

*) Komunitas Sosiolog Muda Lampung.
     Mahasiswa Jurusan Sosiologi FISIP Unila.
     e-mail : hidayat.quic@gmail.com

EDITOR : SADDAM CAHYO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar