Selamat membaca !
"Semoga bermanfaat, anda boleh mengutip sebagian artikel di blog ini, dengan syarat wajib mencantumkan akun ini dan penulisnya sebagai sumber rujukan, terima kasih.."
Jumat, 08 Mei 2020
FRIKSI: PERJUMPAAN SANG PEMULA
Oleh : Saddam Cahyo
Siang terik, 7 Mei 2020. Suasana TPU Blender di Kawasan Tanah Sereal Kota Bogor tampak sejuk dan bersahabat. Sekitar pukul tiga belas, dua motor Vespa Excel yang kami tunggangi beriringan dari Jakarta pun menepi dengan senyum kemenangan. Tak ada kendala di perjalanan dan ternyata rutenya sangat mudah diakses. Tak ada nuansa angker sama sekali, karena lokasi ini meski di perbukitan tapi sudah rapat dengan pemukiman. Bahkan uniknya, cukup ramai orang berlalu lalang dengan santainya karena banyak sekali jalan seukuran gang beraspal membelah-belah kompleks makam yang seperti taman ini.
Tak butuh waktu lama, kami langsung menghampiri satu bangunan seperti sekretariat di tengah komplek pemakaman yang cukup luas ini. Menyapa dan bertanya, di mana letak posisi makam Sang Pemula. Awalnya mereka agak ragu menjawab. "Kalau pejuang kemerdekaan sih banyak di sini, tokoh juga ada, tapi kalau Pahlawan Nasional kayaknya cuma satu, itu di kompleknya makam Neng Gizca anak Dewi Yull.." kata Bapak yang sedang mengaso.
Cocok! aku baru ingat, memang Si Penyanyi Lawas yang dulu sering berduet dengan Broery Marantika itu adalah cucu kandung RM Priatman, putra TAS. Tak lama berselang, dengan panduan arah tadi kami sudah langsung menjumpai komplek makam keluarga yang berpagar besi dan digembok. Ada sekitar 20an makam di dalamnya, dan dari luar batas aku harus mengeja satu-persatu nama yang tertera di batu nisan yang berbentuk relatif sama. Akhirnya ketemu! di sebuah makam di barisan tengah, yang sangat tidak mencolok, tertulis "R.M. Djokomono Tirto Adhi Soerjo."
Lalu seorang lelaki mengucap salam dan menghampiri. Kami berkenalan, namanya Abdul Rohman alias Toton, yang sejak tahun 2006 dipercaya merawat makam keluarga besar Bapak Pers Nasional Indonesia itu. Kang Toton dengan ramah membukakan gerbang, mengantar masuk, dan mempersilakan kami untuk sejenak berdoa.
Berdiri di hadapan makamnya, kakiku terasa agak lemas, mungkin karena kombinasi efek cuaca panas satu jam perjalanan bervespa dan tubuh yang berpuasa. Tapi mungkin juga karena aku sangat takzim pada sosok yang jasadnya terkubur di bawah tanah itu.
TAS alias Tirto Adhi Soerjo merupakan salah satu tokoh utama dan pelopor pergerakan nasional di Indonesia. Ia dan beberapa orang lagi di zamannya, adalah segelintir manusia Nusantara modern yang tak hanya sadar bahwa kolonialisme bangsa asing di negeri ini bukanlah suatu keniscayaan yang tak bisa ditolak. Lebih dari itu, ia juga sadar betul bahwa orang-orang Nusantara yang tersebar dalam bingkai keragaman dan perbedaan di setiap penjuru kepulauan ini sesungguhnya adalah satu bangsa yang sama.
Generasinya adalah peletak batu fondasi bagi terbentuknya sebuah bangsa bernama Indonesia, yang kelak dengan hebatnya bersatupadu memperjuangkan terwujudnya kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Demi memperjuangkan gagasan visioner yang melampaui zamannya itu, TAS harus terputus dari kenyamanan hidup keluarga bangsawan Jawa, bersabung nyawa di perantauan demi membela hak jelata dan menggebrak meja kekuasaan kolonial.
Ia berjuang terutama dengan memelopori berdirinya satu surat kabar otentik kaum bumiputra bernama "Medan Prijaji" pada tahun 1907 yang kerap membentuk pendapat umum untuk mengecam penjajahan. Ibarat bola salju, semangat perjuangannya terus bergulir membesar hingga membentuk Serikat Dagang Islam di tahun 1909. Organisasi ini adalah embrio dari Serikat Islam pimpinan HOS Tjokroaminoto si Raja Tak Bertahta, yang kelak ikut menjadi rahim lahirnya para penggerak kemerdekaan Indonesia dari beragam spektrum ideologi politik.
Tapi semua kiprahnya yang teramat keras bagi penguasa saat itu harus dibayar mahal. Tahun 1909 itu pula TAS mengalami pembuangan ke Telukbetung Lampung atas Delik Pers Penghinaan Pejabat Kolonial Hindia Belanda. Tahun 1912 ia harus kembali dibuang ke Pulau Bacan di Halmahera. Hingga di tahun 1914 ia bisa kembali ke Jakarta, tapi nama besarnya sudah terlanjur dirusak. Melalui strategi licik desas-desus ia dianggap gila dan dijauhkan dari nafas pergerakan. Kondisi tubuhnya juga mengalami banyak gangguan kesehatan, hingga di tahun 1918 ia menghembuskan nafas yang terakhir dalam kesunyian.
Awalnya, TAS dimakamkan di kawasan Manggadua, namun tahun 1973 pihak keluarga memindahkan ke Bogor untuk dikumpulkan dengan makam kerabat yang lainnya. Kisah tentangnya nyaris terkubur dalam-dalam. Adalah Pramoedya Ananta Toer seorang legenda sastra Indonesia di separuh abad kemudian, yang berkeras membangkitkan kembali ingatan manusia Indonesia kepada Sang Perintis Kemerdekaan kelahiran Blora Tahun 1875 itu.
Pram memang begitu mengagumi TAS. Melalui tokoh fiksi Minke ia mengangkat sosoknya sebagai tokoh utama dari novel mahakarya yang disebut Tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca). Riset serius Pram atas sepak terjang TAS juga bisa dijumpai melalui buku biografi sejarah berjudul Sang Pemula. Semua karya itu disusun Pram dengan tetesan darah dalam keadaan yang penuh ketertindasan sebagai manusia dengan predikat tapol oleh suatu rezim.
Begitulah sekilas tentang TAS, yang belakangan ini oleh generasi unyu-unyu Indonesia, mungkin akan lebih sering diasosiasikan secara samar dengan sosok fiksi Dilan karya Pidi Baiq. Lantaran naluri bisnis sutradara Hanung Bramantyo nekat memilih Iqbaal Ramadhan sebagai aktor pemeran Minke dalam film Bumi Manusia di layar lebar pertengahan tahun 2019 lalu.
Siang itu, mungkin sampai habis waktu dua jam lebih kami berada di komplek makamnya. Mengirim doa kepada Tuhan Semesta Alam untuk kedamaian hakiki bagi Sang Pahlawan Nasional, serta berbincang hangat dengan Kang Toton. Ia bahkan mengiringi kami keluar, sampai kedua Vespa pun kembali mengepulkan asap mesin dua tak sebagai tanda perpisahan. Sungguh hari yang membahagiakan di tengah kesuntukan suasana pandemi Covid-19.
Terbit di portal berita Monologis.Id pada Jumat, 8 Mei 2020.
http://monologis.id/kopilogis/perjumpaan-sang-pemula
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar